Basah Hasan Munadi, seorang keturunan Arab-Jawa, pemimpin resimen kawal pribadi Barjumungah Diponegoro, menyarankan Pangeran Diponegoro pergi ke kawasan pegunungan Remo, yakni antara Begelen dan Banyumas. Di sana, masih ada Basah Ngabdulmahmud Gondokusumo, komandan prajurit yang masih memegang kendali.
Basah Hasan Munadi sempat bertanya, “apakah Pangeran lebih suka menyerah atau diberi tahta Yogya sebagai hadiah hiburan?”.
Jawab Pangeran Diponegoro: Tidak. Ia tidak akan membiarkan dirinya menyerah karena hal itu memalukan.
Begitu juga dengan hadiah hiburan sebagai sultan Yogya. Diponegoro menegaskan, semua pengorbanan yang sudah dilakukan akan sia-sia.
Sejak 11 November 1829 sosok Pangeran Diponegoro tak lagi terlihat di medan pertempuran. Sosoknya seolah ditelan bumi. Belanda pun memutar akal untuk menemukan keberadaannya. Basah Kerto Pangalasan, salah satu komandan prajurit laskar Diponegoro yang menyerah, didatangi.
Basah Kerto Pangalasan berjanji membukakan negosiasi damai dengan cara berkorespondensi. Ditulisnya sepucuk surat kepada Raden Adipati Abdullah Danurejo yang bersembunyi di Begelen Barat, dan menerima balasan pada 2 Desember 1829.
Editor : Arif Handono