“Pangeran menginap 15 hari di garnisun kota sebelum berangkat ke Magelang pada 8 Maret,” kata Peter Carey.
Pangeran Diponegoro sempat menolak melanjutkan perjalanan ke Magelang dengan alasan kunjungannya bertemu De Kock hanya sebatas ramah tamah.
Namun akhirnya berhasil dibujuk sesuai rencana awal.
Saat bertemu Pangeran Diponegoro, Jenderal De Kock memerlihatkan sikap persahabatan sekaligus penuh dengan rasa hormat. Termasuk ibu, putri dan dua putra Diponegoro yang masih belia, diizinkan untuk bergabung.
Perjumpaan itu berlangsung dalam suasana yang santai dan menyenangkan.
Mereka saling bertukar cerita lelucon dan menemukan kesenangan yang sama saat bertemu. Kedekatan itu juga dibangun oleh keadaan yang sama-sama masih dilanda duka karena kematian istri masing-masing.
Namun sebagai panglima tertinggi tentara Belanda, Jenderal De Kock tetap tidak melupakan tugasnya.
Tumenggung Mangunkusumo, mata-matanya dari karesidenan Kedu yang berhasil diselundupkan dalam rombongan Pangeran Diponegoro, memberi laporan bahwa Diponegoro tetap kukuh dengan pendiriannya.
Pangeran Diponegoro sudah bulat pada niatnya untuk menjadi Ratu paneteg panatagama wonten ing Tanah Jawa sedaya (raja pemelihara dan pengatur agama di seluruh Tanah Jawa).
Kolonial Belanda tidak mungkin mewujudkan keinginan Diponegoro tanpa lebih dulu berkompromi dengan para raja Jawa.
Pada Minggu 28 Maret 1830, tepat hari kedua lebaran, Jenderal De Kock memutuskan menangkap Pangeran Diponegoro. Pangeran Jawa itu kemudian dibawa ke Batavia dan diasingkan ke Makassar hingga meninggal dunia pada tahun 1855.
Saat penangkapan itu sebanyak 800 orang pengikutnya dilucuti. Berakhir sudah Perang Jawa.iNewsMadiun
Editor : Arif Handono