Dalam perkataan Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dan Imam Al-Ghazali, yang dikatakan halal itu apabila Anda saat transaksi melakukan sesuatu yang halal. Di luar itu Anda sudah tidak dimintai pertanggungjawaban. Sebab, kalau dimintai tanggung jawab, tukang rental mobil akan ngomong seperti ini: "Mau Anda gunakan maksiat atau tidak? maaf lho ya cuma bertanya" (hehe..)
Jadi tidak perlu berlebihan seperti itu. Kalau transaksi yang kamu lakukan halal, maka hukumnya menjadi halal. Allah tidak menuntut di luar itu. Itulah yang disebut: "Halal adalah secara hukum, bukan secara dzat (dari segi barangnya). Yang dikatakan halal itu kalau menurut Allah halal. Kalau menurut Allah haram, ya haram. Nah, orang-orang fiqih punya pertanyaan begini. Ini memang agak sulit.
"Ada koruptor, misalnya Zaid itu koruptor terus memberi saya uang 1 Milyar. Saya tahu kalau uang itu hasil korupsi. (Ini konteksnya tidak di Indonesia hanya contoh umum saja. Tidak usah tersinggung ya KPK). Kalau saya kembalikan ke negara yang tidak jelas fungsinya. Misalnya kalau dipakai masjid nanti masjidnya berutang jasa kepada koruptor, ini misalnya.
Kalau dalam ilmu fiqih Islam, cara pandangnya tidak seperti itu. Uang 1 Milyar yang penting kamu sita karena jika dikembalikan ke orang fasik akan digunakan untuk kekuatan fasik lagi. Kalau kamu pakai untuk masjid nanti masjidnya berutang jasa ke koruptor. Terus ada kiyai memakainya untuk jalan dan jembatan.
Yang penting masjid tidak berutang jasa dan tidak pula (uang itu) jadi sarana kemaksiatan. Dalilnya adalah ketika Nabi berperang melawan orang kafir dan mereka kalah. Hartanya disita atau tidak? Ya disita! Sekarang saya mau tanya: "Hartanya orang kafir itu rata-rata dari cara yang haram atau halal? Jawabannya haram.
Kalau harta itu dikembalikan karena Nabi orang suci dan para sahabat orang baik. "Sudah jangan makan hartanya orang kafir, kembalikan saja." Ya akhirnya dipakai dan target pertama yang penting disita. Makanya ini sirrnya (rahasia) kenapa ghanimah (harta rampasan perang) itu halal, padahal hartanya orang kafir. Alasannya, jika dikembalikan bakal menjadi kekuatan bagi orang kafir. Makanya kita butuh ulama untuk menjelaskan hikmah-hikmah hukum Islam.iNewsMadiun
Editor : Arif Handono