"Saya maklum jika ada banyak multitafsir dalam memahami regulasi terkait pilkada ini, khususnya di internal komisioner KPUD di sini. Faktor SDM penyebabnya. Apalagi UU Pilkada itu banyak sekali, misalnya UU Nomor 1 Tahun 2015, diubah UU Nomor 8 Tahun 2015, diubah UU Nomor 10 Tahun 2016, di ubah UU Nomor 2 Tahun 2020, diubah UU Nomor 6 Tahun 2020. Apakah mungkin mereka sudah membaca semua? Belum lagi regulasi yang lainya," tegas Dimyati.
Sementara itu Ketua KPUD Kabupaten Madiun, Nur Anwar memiliki pendapat lain. Menurutnya aturan yang ada memang bisa menimbulkan multitafsir. Sejauh ini pihaknya memahami fasilitasi itu adalah pada proses mencetaknya saja, sedangkan penyebarannya oleh pasangan calon.
"Yang saya pahami fasilitasi itu mencetaknya saja, anggaranya KPU. Tapi untuk penyebaran BK-nya oleh Paslon. Lha ini sementara masih polemik. Beberapa kota/ kabupaten memahami bahwa yang melakukan penyebaran adalah KPUD, lha ini kan posisi KPU sama seperti timses," jelas Nur Anwar melalui sambungan telepon.
Untuk itu pihaknya tetap mengacu pada aturan yang ada seperti yang ada di PKPU No 13 tahun 2024. Misalnya terkait bahan kampanye, Nur Anwar mengaku menjadikan pasal 25 sebagai dasar melakukan tugasnya.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta