get app
inews
Aa Text
Read Next : 12 Bangunan Bersejarah yang Masih Kokoh Berdiri, Nomor 2 Jadi World Heritage

Atas Kekerasan Ekstrim saat Perang Penjajahan, Belanda Meminta Maaf ke Indonesia

Jum'at, 18 Februari 2022 | 11:33 WIB
header img

BELANDA, iNewsMadiun.id - menanggapi hasil penelitian dari tiga lembaga penelitian, berjudul "Kemerdekaan, dekolonisasi, kekerasan, dan perang di Indonesia pada 1945-1950" yang menyebutkan pembiaran terjadinya kekerasan ekstrem. Perdana Menteri (PM) Belana Mark Rutte pada Kamis meminta maaf kepada Indonesia.  

Dalam kesimpulannya, penelitian ini menemukan bahwa militer Belanda terlibat dalam "penggunaan kekerasan ekstrem yang sistemik dan meluas" selama 1945-1949, dan pemerintah Belanda pada saat itu melakukan pembiaran.

Pada bagian lain kesimpulannya, tim peneliti juga menemukan saat pihak Indonesia melawan kehadiran kembali Belanda melalui peperangan gerilya, pasukannya - sepertinya halnya tentara Belanda - "akhirnya akrab dengan kekerasan ekstrem".

Rutte mengatakan permintaan maaf juga ditujukan kepada orang-orang di Belanda yang terdampak kekerasan ekstrem yang terjadi di masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia.

"Saya menyampaikan permintaan maaf yang mendalam kepada masyarakat Indonesia hari ini untuk kekerasan ekstrem yang sistemik dan tersebar luas oleh pihak Belanda di tahun-tahun itu, dan kabinet sebelum-sebelumnya yang secara konsisten memalingkan muka,” terangnya.

"Saya minta maaf untuk mereka yang harus hidup dengan konsekuensi dari perang kolonial di Indonesia," lanjutnya.

Rutte berkata, tanggung jawab akan "lembaran gelap" ini tidak terletak pada tentara-tentara individu, "yang dikirim dengan persiapan kurang untuk misi mustahil".

Dalam permintaan maafnya, PM Rutte juga menyebutkan institusi-institusi Belanda yang membuat kekerasan ekstrem ini bisa terjadi adalah pemerintah, parlemen, angkatan bersenjata, dan lembaga peradilan Belanda.

Dia mengatakan budaya memalingkan muka, mengabaikan, dan rasa superioritas kolonial ini, adalah realisasi yang menyakitkan, bahkan setelah bertahun-tahun kejadian itu berlalu.

Rutte, dalam permintaan maafnya mengakui bahwa pendirian yang terus dipegang oleh kabinet-kabinet Belanda sejak tahun 1969 itu, tidak dapat lagi dipertahankan.

Secara eksplisit, penelitian ini menyebut kekerasan di pihak Indonesia menyasar "di antaranya orang keturunan Belanda dan Maluku" dan berkelindan dalam dinamika kekerasan pada waktu itu.

Namun demikian, kekerasan dari pihak Indonesia tersebut "bukanlah alasan sesungguhnya di balik upaya militer Belanda untuk menduduki kembali Indonesia".

Editor : Arif Handono

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut