Namun, pada 25 Agustus 2017, Harimau Jawa tertangkap kamera petugas Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Kabupaten Pandeglang. Petugas menduga itu adalah Harimau Jawa karena Taman Nasional Ujung Kulon merupakan habitat kucing besar tersebut. Pada 1950-an, ketika populasi Harimau Jawa hanya tinggal 25 ekor, kira-kira 13 ekor berada di Taman Nasional Ujung Kulon.
Peneliti Mamalia (Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi-LIPI) Dr Gono Semiadi, dalam artikelnya Harimau Jawa: Dimanakah Dirimu (2014), menyatakan Harimau, pada intinya akan hidup dengan baik dan alami apabila cukup tutupan hutannya, tersedia air dan makanan. Untuk Harimau Jawa, habitat hidupnya dapat mencapai pada wilayah yang cukup tinggi curah hujannya.
Kepunahan dari harimau Indonesia dimulai dari punahnya harimau bali dan dilanjutkan dengan harimau Jawa. Pada tahun 1976, harimau Jawa (panthera tigris sondaica) , hanya tinggal 3-5 ekor dan semuanya bertempat di suaka alam Meru Betiri, Jember, Jawa Timur. Sejak tahun 1980an, populasi macan Jawa tersebut diasumsikan telah punah.
Jika dahulu harimau ini dianggap hama dan harus dibunuh, saat ini harimau yang muncul dianggap jelmaan Prabu Siliwangi. Kisah keberadaan Harimau Jawa ini memang seperti turun temurun. Bahkan, banyak yang mengatakan sosok harimau tersebut adalah jelmaan. Soalnya, sering dikaitkan dengan kisah Prabu Siliwangi.
Karenanya, begitu menerima laporan warga Kecamatan Sendang, Kabupaten Tulungagung yang mengaku melihat kucing besar yang diduga sebagai harimau Jawa , kata Joko, tim langsung bergerak. Laporan yang disertai bukti jejak telapak kaki binatang tersebut, masuk pada akhir tahun 2020.
Sumber https://sains.sindonews.com/read/966169/768/kemunculan-harimau-jawa-di-gunung-pegat-kembali-undang-perdebatan-1670739130
Editor : Arif Handono