Kasus Gagal Ginjal Akut, BPOM Laporkan Dua Industri Farmasi

Nono Suwarno, Sindonews.com
Tiga zat berbahaya ditemukan pada balita dengan kondisi gagal ginjal akut. (Foto: Ilustrasi/ Alodokter)

Kemenkes sudah mencabut penggunaan obat cair tertentu yang dinyatakan aman dari cemaran etilen glikol dan dietilen glikol. Polri telah membentuk tim untuk mengusut ada dugaan pidana terkait dengan munculnya kasus gagal ginjal akut yang mengakibatkan anak-anak meninggal dunia. Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri Kombes Pol Nurul Azizah mengung kapkan, tim tersebut akan diisi oleh jajaran Bareskrim Polri. “Polri telah membentuk tim yang di pim - pin oleh Dir Tipiter Bareskrim Polri dan beranggotakan Dir Tipid Narkoba, Dir Tipiddeksus, dan Dir Ti pi - dum Bareskrim Polri,” kata Nurul. Menurut Nurul, tim tersebut secara khusus akan segera merespons isu terkait permasalahan gagal ginjal akut.

Tim akan bekerja sama dengan kementerian dan lembaga pemerintah. “Tim bekerja pada tataran penyelidikan dengan mengedepankan kolaborasi bersama Kemenkes RI dan BPOM RI,” ujar Nurul. Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mendesak agar pemerintah mengusut terjadi kasus gangguan ginjal akut secara tuntas karena telah menelan banyak korban anak-anak. Pengusutan harus dilakukan secara menyeluruh dari hulu hingga hilir. “YLKI mendesak untuk mengusut tuntas kasus tersebut dari hulu hingga hilir, mulai dari pasokan bahan baku obat, proses produksi, hingga ke pemasarannya,” kata Tulus Abadi.

Menurut Tulus Abadi, kasus yang terjadi secara masif ini membuktikan bahwa mekanisme pengawasan pada aspek pre-market control dan post market control yang dilakukan BPOM tidak efektif. Karena itu, menurut dia, Presiden Joko Widodo perlu turun tangan untuk mengevaluasi kinerja Badan POM dalam pengawasan dan kebijakannya. “Juga, pengawasan oleh produsen dalam proses produksinya sebab proses pembuatan obat seharusnya mengacu pada aspek Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB),” ucap Tulus.

Dosen farmasi Universitas Jenderal Soedirman Dhadang Wahyu Kurniawan  mengatakan, EG dan DEG adalah bahan kimia yang memang tidak boleh masuk tubuh manusia. Menurutnya, yang banyak digunakan sebagai kosolven atau pelarut di dalam obat sirop adalah propilen glikol (PPG), gliserin, dan polietilen glikol. Namun, pengguna an polietilen glikol sebagai pelarut untuk obat sirop tidak sebanyak penggunaan PPG dan gliserin. “Di dalam tubuh, PPG, gliserin, dan PEG tidak ditemukan termetabolis me menjadi EG dan DEG. Jadi, kalaupun ditemukan ada EG dan DEG di dalam tubuh, sangat besar kemungkinannya karena faktor impurities bahan (PPG, gliserin, dan PEG). Dan, ini pun jumlahnya sangat kecil untuk dapat memicu terjadinya keracunan khususnya gagal ginjal akut,” ucapnya.

Obat Fomepizole yang didatangkan pemerintah dari Singapura dan Australia, kata Dhadang, merupakan antidot yang menghambat keberlanjutan EG/DEG di dalam tubuh menjadi asam glikolat dan asam oksalat. Asam oksalat inilah yang dapat melukai ginjal sehingga ginjal mengalami kerusakan akut. “Untuk kondisi pasien yang sudah mengalami GGA, Fome pizole tak akan bisa memberikan efek seperti yang diharapkan,” pungkas Dhadang. Artikel ini sudah dimuat di Koran SINDO edisi 26 Oktober 2022 

Editor : Arif Handono

Sebelumnya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network