Sepenggal Kisah Bung Karno dan Misteri Surat Wasiat Politik kepada Tan Malaka

Solichan Arif
Presiden Soekarno atau Bung Karno memiliki kekaguman tersendiri terhadap pemikiran politik Tan Malaka. (Foto: Istimewa)

Masing-masing penandatangan dan pewaris akan mendapatkan surat wasiat itu. Namun dalam perjalanannya diketahui Sjahrir dan Wongsonegoro tidak pernah mendapatkan bukti fisik Testamen Politik itu. Dalam artikel Kesadaran Nasional, Ahmad Subardjo mengatakan, karena situasi revolusi yang tidak aman, hubungan pers, lalu lintas dan lain sebagainya, dirinya tidak menyampaikan kopi surat wasiat politik itu.     

Pada peristiwa pertempuran arek-arek Surabaya yang kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan, Sukarni yang sedikit banyak dipengaruhi Testamen Politik Tan Malaka, mendesak Soekarno tidak melanjutkan lagi jabatan kepresidenannya.  

Bung Hatta menanggapi desakan revolusioner Sukarni dengan kepala dingin. Ia mengingatkan Sukarni bahwa mengganti kepala negara tidak sama dengan mengganti ketua perkumpulan. Ada mekanisme yang harus dilalui, di mana harus ada pembahasan di dalam Badan Pekerja KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat).

“Hatta menganjurkan Sukarni untuk membicarakan hal ini dalam Badan Pekerja (KNIP), karena Sukarni kebetulan anggota Badan ini,” tulis Deliar Noer.

Sukarni tidak mengikuti anjuran Bung Hatta. Dia memilih melakukan manuver politik dengan menggalang kekuatan, yakni mengumpulkan kawan-kawannya yang kemudian bersama-sama masuk ke dalam wadah Persatuan Perjuangan. Pendirian Persatuan Perjuangan yang didalamnya berisi 141 organisasi politik, termasuk laskar dan partai politik dipelopori Tan Malaka pada tahun 1946 di Purwokerto Jawa Tengah.

Upaya politik menggantikan kepemimpinan Soekarno-Hatta melalui dasar Testamen Politik, praktis  gagal. Namun upayanya terus digelorakan. Dalam artikel Surat Wasiat Bung Karno buat Tan Malaka, disebutkan bahwa pada 29 Maret 1946, Soekarno dan Hatta menyatakan mencabut Testamen Politik itu, tapi tidak diumumkan.

Sayuti Melik dalam tulisannya Sekitar Testamen, mengatakan fisik surat wasiat politik itu kemudian berada di tangan Bung Karno bersama naskah asli atau teks proklamasi kemerdekaan. Oleh Bung Karno, surat wasiat politik itu kemudian dibakar.

Sementara pada 21 Februari 1949, Tan Malaka yang tengah melakukan safari politik di Pulau Jawa, yakni dalam rangka memastikan kelayakannya sebagai pewaris Testamen Politik, terbunuh di Selopanggung, Kabupaten Kediri.

iNewsMadiun

Editor : Arif Handono

Sebelumnya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network