Penggunaan pupuk Biosaka bisa menekan pupuk kimia menjadi hanya 200 kg/ha Urea, dan 100 kg/ha Phonska. Sebelumnya tanpa Biosaka, digunakan Urea sebanyak 500 kg/ha dan Phonska sebanyak 200 kg/ha.
Biaya produksi menggunakan pupuk kimia per hektar sebelumnya dapat mencapai Rp. 10.410.000,- sedangkan dengan Biosaka hanya Rp. 7.000.000 - 8.200.000,- per hektar.
"Inovasi-inovasi inilah yang terus kita dorong. Sehingga produktifitas pertanian kita semakin meningkat. Apalagi produksi pertanian Jatim juga diandalkan oleh provinsi-provinsi lainnya," imbuhnya.
Sebagai bentuk dukungan bagi para petani, Pemprov Jatim juga telah menyiapkan beberapa program menuju pertanian presisi, antara lain penggunaan varietas unggul (produksi tinggi dan tahan kekeringan/banjir) bermutu yang dengan masa tanam lebih cepat, penggunaan pupuk secara berimbang dengan ‘7 Tepat' yaitu tepat tempat, tepat harga, tepat jumlah, tepat mutu, tepat jenis, tepat waktu dan tepat sasaran.
Kemudian optimalisasi infrastruktur pertanian, utamanya yang berkaitan dengan produksi padi yaitu jaringan irigasi, penyesuaian pola tanam/pengelolaan tanaman pangan, penekanan susut hasil panen padi dengan optimalisasi alsintan pascapanen yang telah terfasilitasi ke kelompok tani, dan tersebar di Jawa Timur.
"Dan yang paling penting adalah kesejahteraan petani juga harus meningkat seiring dengan peningkatan produktifitas pertanian kita. Untuk itu saat panen raya kemarin, kami terus berkoordinasi dari hulu ke hilir agar jangan sampai harga jual petani turun," jelasnya.
Apa yang dilakukan oleh Gubernur Khofifah membuahkan hasil. Berdasarkan data BPS, NTP Jawa Timur bulan Maret 2023 sebesar 106,82 mengalami kenaikan sebesar 0,41 persen dibandingkan bulan Februari 2023. Dengan Indeks yang diterima Petani (It) sebesar 124,92 persen dan Indeks yang Dibayar Petani (Ib) sebesar 116,95 persen.
"Mari jadikan Hari Krida Pertanian ini sebagai momentum untuk membangkitkan semangat produktifitas pertanian. Sehingga Jatim bisa swasembada pangan di saat dunia tengah menghadapi isu krisis pangan," tandasnya.
Editor : Arif Handono