JAKARTA, iNewsMadiun.id - Terungkap fakta mengejutkan dari kasus korupsi dengan tersangka Gubernur Papua Lukas Enembe yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penyidik KPK menduga uang korupsi dengan tersangka Lukas Enembe menembus ratusan miliar hingga Rp1 triliun.
"Korupsi LE ini menyangkut jumlah uang yang tidak sedikit, ada ratusan miliar. Mungkin bisa jadi sampai satu triliun dan kita akan mendalami aliran uang itu," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023).
KPK sedang menelusuri kemana saja aliran uang Lukas Enembe. Sebab, KPK mengendus banyak pihak yang turut menerima uang 'panas' Lukas Enembe. Aliran uang panas Lukas Enembe tersebut, ditelusuri KPK lewat Bank Pembangunan Daerah Papua. "Kami sudah berkoordinasi dengan Bank Pembangunan Daerah Papua semua uang Pemprov Papua itu mengalir lewat BPD Papua, penarikan-penarikan tunai, siapa saja vendor yang selama ini mengerjakan proyek di Papua dan seterusnya tentu akan didalami," kata Alex.
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah memblokir rekening Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua senilai Rp1,5 triliun. Rekening berisi yang Rp1,5 triliun tersebut diblokir karena diduga berkaitan dengan kasus suap dan gratifikasi Gubernur Papua, Lukas Enembe (LE).
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan Gubernur Papua Lukas Enembe (LE) sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek pembangunan infrastruktur. Lukas ditetapkan sebagai tersangka bersama Bos PT Tabi Bangun Papua (PT TBP), Rijatono Lakka (RL). Lukas Enembe ditetapkan sebagai tersangka penerima suap.
Sedangkan Rijatono ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap. Lukas diduga menerima suap sebesar Rp1 miliar dari Rijatono. Suap itu diberikan karena perusahaan Rijatono dimenangkan dalam sejumlah proyek pembangunan di Papua. KPK juga menduga Lukas Enembe menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah. Saat ini, KPK sedang mengusut dugaan penerimaan gratifikasi lainnya tersebut.
Editor : Arif Handono