get app
inews
Aa Text
Read Next : Direktur RSUD Caruban: Kuota Bisa Bertambah, Pengadaan Pegawai Non ASN Akan Dilaksanakan 2025

Awas! Modus Pencurian Data Pribadi untuk Bobol Rekening Marak, Waspadai Orang Mengirim Apk via WA

Selasa, 13 Desember 2022 | 06:18 WIB
header img
Ilustrasi (Foto: Dok. Okezone)

Penjahat Semakin Lihai

Pengamat keamanan siber Pratama Persadha mengatakan, kejahatan siber terulang ka rena faktor ketidaktahuan masyarakat dan lihainya pelaku melakukan social engineering dalam meyakinkan calon korbannya untuk mengklik dan menginstal aplikasi berisi exploit tersebut. Dia mengingatkan, banyak kejadian serupa yang tidak boleh dilupakan seperti kasus banyaknya korban karena data masyarakat yang bocor dari registrasi sim card , data BPJS, Tokopedia, Komisi Pemilihan Umum, dan berbagai kebocoran lainnya. “Kondisi ini jelas mem permudah pelaku dalam me lakukan targeting calon korban,” katanya.

Chairman Communication & Information System Security Research Center (CISSReC) itu menuturkan pada kasus ini posisi pemerintah hanya bisa melakukan edukasi karena tindak kejahatan ini langsung ke masyarakat. Selain edukasi, pemerintah juga harus bisa menegakkan Undang-Undang UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) agar mengurangi kebocoran data di berbagai lembaga, baik lembaga negara maupun swasta. Selain itu, pemerintah juga bisa mendorong sektor swasta yang dijadikan topeng oleh para pelaku.

Misalnya, dalam hal ini perbankan dan ekspedisi. Perusahaan-perusahaan ini harus sering memberikan informasi baik itu melalui WhatsAppmau pun SMS untuk memberi kan edukasi ke masyarakat, termasuk warning di aplikasi perbankan mereka. “Pelaku cukup pintar berpura-pura sebagai kurir karena saat ini memang belanja online sudah menjadi budaya baru di masyarakat Indonesia, terutama sejak pandemi,” ujarnya.

Pratama mengatakan, keamanan aplikasi perbankan memang berbeda-beda setiap bank. Dengan peningkatan kasus fraud , mereka harus mening katkan standar keamanannya. Dia berpendapat, perbankan relatif lebih flexible dan mempunyai anggaran yang banyak untuk melakukan peningkatan keamanan siber di ekosistem mereka.

“Perbankan tinggal melakukan berbagai edukasi yang masif bagi nasabah, sembari terus meningkatkan keamanan siber di ekosistem mereka, terutama aplikasi perbankannya,” tambah nya. Menurut dia, kehadiran UU PDP harus menghasilkan keamanan siber yang lebih baik. Sekarang yang krusial adalah pembentukan Komisi PDP seperti diamanatkan oleh Pasal 58 UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Posisi Komisi PDP memiliki peran krusial karena merekalah nanti yang akan menentukan apakah sebuah kebocoran data yang terjadi ini akibat dari kelalaian sebuah organisasi serta pejabatnya atau tidak.

“UU PDP ini seharusnya tidak hanya menyasar swasta, tapi juga lembaga negara karena selama ini lembaga negara baik di pusat maupun daerah benarbenar menjadi sasaran pencurian data. Tentu kita ingat ada kebocoran data KPU dan Dukcapil di daerah misalnya,” katanya. Sayangnya, sambung dia, UU PDP yang disahkan kemarin memang belum mengatur sanksi bagi Lembaga Negara Kementrian dan lembaga pemerintah lainnya (serta pejabat) yang mengalami kebocoran data.

Harapannya nanti Komisi PDP ini bisa memberikan solusi bagi masyarakat yang dirugikan akibat kebocoran data dari PSE publik atau lembaga negara ke - mentrian dan pemerintah. Karena itu, menurutnya, dengan posisi di bawah Presiden, Komisi PDP lebih baik daripada di bawah Kemenkominfo di mana akan terbentur birokrasi bila menangani kasus data leaks di instansi pemerintah. Namun, pembentukan Komisi PDP ini lewat peppres juga di - khawatirkan berakibat pada we wenang yang lemah. Karena se jatinya Komisi PDP akan sangat kuat bila perintah pembentukannya langsung lewat undang-undang.

“Kita kawal saja, apakah nanti pembentukan Komisi PDP ini akan ideal atau tidak. Misalnya harus diisi oleh orang-orang yang berkompeten dan me - ngerti betul soal keamanan siber. Karena Komisi PDP ini akan menjadi benteng terakhir masyarakat yang mencari keadilan terkait berbagai kebocoran data dan akibatnya. Perlu digaris bawahi bahwa UU PDP juga meng atur data offline , misalnya data perbankan yang selama ini sering bocor dan digunakan untuk melakukan penipuan,” pungkasnya. pfw bahtiar/ r ratna purnama/ sabir laluhu.

Editor : Arif Handono

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut