Proses produksinya pun masih dibuat secara tradisional oleh warga sekitar. Meski hanya diproduksi di Lamongan, tenun ikat Parengan dari butik Paradila sudah menembus pasar internasional, di antaranya Somalia dan Timur Tengah. Tenun ikat Parengan ini memang hanya bisa ditemui di Lamongan, jelas Khofifah.
Menurut Khofifah, dengan menyandang predikat sebagai desa devisa, maka daya saing produksi tenun ikat asal Desa Parengan akan semakin meningkat. Mengingat, program desa devisa ini salah satunya memberikan pendampingan dan pengembangan kapasitas pelaku usaha berorientasi ekspor.
"Program desa devisa ini akan mendorong produk asal desa masuk ke rantai pasok global. Pada akhirnya, ekonomi masyarakat akan meningkat dan kesejahteraan akan turut mengikutinya," ujarnya.
Di Desa Parengan terdapat sebanyak 52 unit usaha tenun ikat dengan total pekerja mencapai 2.700 orang. Adapun kapasitas produksi per bulan mencapai 3.000 potong kain tenun dan 20.000 lembar sarung. "Selama ini tenun ikat Lamongan ini telah melakukan ekspor sarung (sarung ikat) ke Somalia dan Timur Tengah melalui eksportir di Surabaya," ujarnya.
Nujum, istri dari Miftakhul Khoiri pemilik butik Paradila mengatakan bahwa ada 4 sampai 7 orang pekerja yang menenun di butik Paradila. Sementara yang lain tersebar di rumah masing- masing seluruh desa Parengan. Dia juga mengatakan bahwa 1 orang pekerja hanya memiliki 1 keahlian.
Sementara dalam setiap kain yang diproduksi membutuhkan 14 tahapan produksi. Harganya dikisaran Rp150.000-Rp225.000 untuk satu helai tenun ikat. Kemudian ikat dobi dengan harga Rp225.000 dan untuk jenis songket harganya berkisar Rp350.000-Rp750.000. "Sementara ini pasarnya sudah sampai Timur Tengah. Hanya kita dibantu eksportir di Surabaya untuk bisa menjual sampai disana, biayanya tidak mencukupi kalau harus sendiri," ucapnya.
Untuk proses membuat kain tenun ikat sekitar 4 jam satu lembar, kata dia, sehari bisa menghasilkan 2 kain tenun ikat per satu orang pekerja. Untuk kain songket sendiri prosesnya bisa satu hari sendiri. "Sehingga per harinya hanya satu kain songket per pekerja," ucap Nujum. iNews Madiun
Editor : Arif Handono
Artikel Terkait