Peristiwa itu merusak hubungan kedua kerajaan, antara Kerajaan Padjajaran dengan Kerajaan Majapahit.
Kerajaan Pajajaran yang dipimpin Niskalawantu menegaskan untuk melarang penduduknya menikah dengan orang dari luar kerajaan. Sebagian menafsirkan aturan ini sebagai larangan untuk tidak menikah dengan orang dari Kerajaan Majapahit atau orang Jawa.
Hingga kini, sentimen itu masih tersisa. Jika diperhatikan, kamu tidak akan menemukan nama jalan “Gajah Mada” atau “Majapahit” di Provinsi Jawa Barat. Itu alasan mengapa Suku Sunda dilarang menikah dengan Suku Jawa.
Menurut penuturan Ketua Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) saat itu (2018), H. Drs. K. Ng. Agus Sunyoto, mitos tersebut memang sangat identik dengan peristiwa Perang Bubat.
"Memang ada pengaruh yang besar dari cerita itu (Perang Bubat). Tapi perlu diketahui bahwa pendiri Majapahit itu adalah Raden Wijaya dari Sunda," tutur Agus Sunyoto.
Lebih lanjut Agus menjelaskan, orang Jawa itu sebetulnya terbuka dan bebas menikah dengan siapa saja. Salah satu alasannya karena mereka tidak memiliki identitas etnis.
"Masyarakat Jawa itu sudah tidak memiliki identitas etnis. Tidak ada yang punya marga. Jadi menikah dengan siapa saja boleh. Mungkin berbeda dengan suku-suku lain yang harus menikah dengan marga tertentu," imbuhnya.
Saat ini masih banyak yang memercayai larangan Suku Sunda untuk menikah dengan Suku Jawa.
Tidak sampai di situ saja, Agus juga sempat memberikan sebuah analogi tentang kedekatan orang Jawa dengan orang Sunda. Menurutnya, contoh yang paling gampang adalah melihat hubungan antara Viking dengan Bonek.
"Selama ini yang memiliki keakraban dengan PERSIB itu cuman PERSEBAYA. Dua supporter klub sepakbola ini selalu bersatu, menunjukkan bahwa daerah mereka tidak memiliki masalah satu sama lain," papar Agus.
"Coba bandingkan ketika Bonek bertemu dengan Aremania. Yang ada mereka malah bergesekan," tukasnya. iNews Madiun
Editor : Arif Handono