Prasasti Turunhyang B yang dikeluarkan Raja Jenggala Mapanji Garasakan pada 1044 (966 saka), menceritakan perang saudara tersebut. Daha atau Panjalu dengan Jenggala berperang. Isi prasasti Turunhyang B berupa peringatan pemberian tambahan anugerah kepada penduduk Desa Turunhyang yang sebelumnya pernah mendapat anugerah dari Raja Airlangga.
“Hal ini dilakukan karena jasa-jasanya membantu Raja Mapanji Garasakan di dalam peperangan pada waktu raja memisahkan diri dari Haji Panjalu,” tulis Ninie Susanti dalam buku “Airlangga Biografi Raja Pembaru Jawa Abad XI”.
Perang berlangsung marathon. Pada 1052 (974 Saka) perang kembali berkecamuk sebagaimana diceritakan Prasasti Malenga. Pada Prasasti Garaman yang dikeluarkan Mapanji Grasakan pada 1053 (975 Saka) juga masih menceritakan perang dan anugerah Sima kepada Desa Garaman Watak Airthani.
Warga Desa Garaman Watak Airthani dianggap berjasa karena telah memberi laporan kedatangan musuh, yakni Raja Panjalu. Dalam “Airlangga, Biografi Raja Pembaru Jawa Abad XI”, Ninie Susanti menyebut seluruh prasasti yang dikeluarkan raja-raja Jenggala memakai cap kerajaan garudamukha, yaitu lambang kerajaan Raja Airlangga.
“Dapat dikatakan bahwa usaha melegitimisakan dirinya sebagai raja telah dilakukan oleh raja-raja Jenggala melalui penggunaan lambang kerajaan, yaitu garudamukha yang dapat menghubungkan dirinya dengan sebagai penerus kerajaan Airlangga”.
Editor : Arif Handono