Untuk diketahui, pembagian volume produksi air bersih di Jatim terbagi atas empat Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil), yakni Bakorwil 1 meliputi Kab. Pacitan, Kab. Ponorogo, Kab. Trenggalek, Kab. Tulungagung, Kab. Blitar, Kab. Nganjuk, Kab. Madiun, Kab. Magetan, Kab. Ngawi, Kota Blitar, Kota Madiun.
Bakorwil 2 meliputi Kab. Kediri, Kab. Mojokerto, Kab. Jombang, Kab. Bojonegoro, Kab. Tuban, Kab. Lamongan, Kota Kediri, Kota Mojokerto.
Bakorwil 3 meliputi Kab. Malang, Kab. Lumajang, Kab. Jember, Kab. Banyuwangi, Kab. Bondowoso, Kab. Situbondo, Kab. Probolinggo, Kab. Pasuruan, Kota Malang, Kota Probolinggo, Kota Pasuruan, Kota Batu.
Bakorwil 4 meliputi Kab. Sidoarjo, Kab. Gresik, Kab. Bangkalan, Kab. Sampang, Kab. Pamekasan, Kab. Sumenep, Kota Surabaya.
Melihat pembagian tersebut, harga air bersih dari Perusahaan Air Bersih di setiap wilayah berbeda-beda. Hal ini, kata Gubernur Khofifah dipengaruhi oleh beberapa hal seperti ketersediaan sumber daya air, konstruksi biaya dari sistem air, biaya operasi dan pemeliharaan, biaya pemeliharaan modal, pengeluaran untuk dukungan langsung dan tidak langsung.
Gubernur Khofifah mengatakan, di Bakorwil IV mempunyai rata-rata tarif tertinggi di wilayah Provinsi Jawa Timur sebesar Rp 4.787. Kemudian Bakorwil I mempunyai rata-rata tarif terendah di Provinsi Jawa Timur yaitu sebesar Rp 3.417. Bakorwil II Rp 4.128 dan Bakorwil III Rp 3.524.
Menurutnya, Bakorwil IV mempunyai tarif tertinggi karena di wilayah tersebut mencakup Kota Surabaya yang menjadi pusat pemerintahan, Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik yang berada tepat di sebelah Kota Surabaya. Tentu berdampak seperti halnya Surabaya termasuk kabupaten-kabupaten yang berada di Pulau Madura dimana diketahui bersama bahwa daerah yang dekat dengan laut sulit untuk mendapatkan air tawar.
“Tarif air bersih sebagai faktor yang dominan dalam peningkatan konsumsi air bersih dapat dilakukan dengan suatu rekomendasi dimana penetapannya harus disesuaikan dengan karakteristik masyarakat di suatu wilayah,” tandasnya.
Editor : Arif Handono