Usai digerebek suami bersama polisi dari Polsek Ilir Barat I dan Propam Polres Banyuasin, kini EF sudah dipulangkan, namun wajib lapor sebanyak dua kali setiap minggu di Polsek IB I Palembang.
Ditemui di rumah orang tuanya, EF menceritakan apa yang sebenarnya terjadi menurutnya. Diceritakan EF yang telah memiliki anak dari pernikahannya dengan Bripda AP (24), memang sejak awal sebelum menikah, sudah ada tanda-tanda ketidakkeharmonisan dari pihak mertuanya sampai berjalannya resepsi pernikahan.
“Contohnya uang dari tamu undangan yang hadir diambil oleh keluarga mempelai pria,” katanya.
Selain itu, EF mengaku telah mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sejak hamil empat bulan, bahkan salah satu tindak penganiayaan sempat dilaporkan ke polisi yakni peristiwa saat perjalanan pulang dari rumahnya ke arah Pangkalan Balai menggunakan mobil.
"Saat di dalam mobil aku dianiaya. Mobil berenti di SPBU, lalu aku ditendang, dipukul menggunakan tangan kosong dan tangan aku diborgol. Itu gara-gara aku minta izin untuk mengurus nenek yang sakit di rumah aku,” kata EF.
Dilanjutkan EF, saat itu kondisi sedang pandemi, dan tidak berani membawa neneknya ke RS karena takut akan divonis Covid-19.
“Nenek aku sakit yang cuma bisa memasang dan mengontrol infus cuma aku. Awalnya aku diizinkan, tetapi setelah dua hari saya dijemput dan pamit dengan ayah, ibu dan termasuk nenek yang sedang sakit ingin pulang ke rumah kontrakan di Pangkalan Balai. Sampai di kontrakan, aku tidak mau turun karena tangan masih diborgol lalu setelah masuk ke kamar baru borgol tangan dilepas,” kata perempuan lulusan akademi kebidanan.
Kemudian besok paginya, handphone suaminya ditinggal dan Ia dikunci dari luar.
Dengan menggunakan handphone suaminya yang tertinggal EF lalu memfoto dan mengirim luka lebam ke bibinya, dan selanjutnya diberitahukan kepada orangtuanya. Kasus ini kemudian dilaporkan ke Polres Banyuasin dan diarahkan ke Polda Sumsel.
Namun laporan tersebut kemudian dicabut. Akan tetapi KDRT kembali terulang sekitar lima hingga enam bulan setelah anaknya lahir bahkan malah semakin parah.
"Aku dianiaya, saat berada di Rusun Polres Banyuasin, leher dicekik dan ditendang. Kejadian itu juga sempat disaksikan oleh salah seorang polwan yang tinggal di depan di rumah kami. Polwan itu tahu karena anak aku menangis terus dan membuat tetangga curiga," kata EF.
Kasus penganiayaan kedua ini juga sudah dilaporkan kembali ke Polda Sumsel untuk pidana umum yakni KDRT dan kode etiknya dilaporkan ke Unit Yanduan Bid Propam Polda Sumsel.
"Bodohnya aku, karena bujuk rayunya, laporan tersebut dicabut lagi dengan perjanjian tidak akan mengulangi lagi," kata EP.
Kemudian, sifat Ade berubah yang tidak lagi perhatian denganya. “Mirisnya lagi, setiap kali kami bertengkar, Ade selalu mengungkit dan menghina dengan omongan yang tidak enak dan selalu ada ancaman. Dia mengaku masih banyak gadis yang mau, ganteng dan masih bisa mencari perempuan lain. Dan kalau saya sudah dicerai, belum tentu dapat bujangan,” kata EF.
EF mengaku kebodohannya, dengan pikiran yang pendek, malah membuktikan ucapan suaminya dengan mencari pria lain yang akhirnya menjadi musibah baginya.
“Aku bertemu dengan dia (MI), di Palembang. Tetapi saya tidak menjalin hubungan apapun dengan dia apalagi pacar atau mantan pacar seperti yang telah dituduhkan. Saya tidak tahu tuduhan mantan pacar yang disebutkan itu didapatkan dari mana," kata EF.
Diakuinya, pertemuan dengan MI baru dua kali yakni pertama waktu kuliah tahun 2018, terus yang kedua saat digerebek di Hotel di Palembang. "Ade memang tahu dengan posisi saya karena id icloud Apple dia tahu dan hapal. Karena iPhone itu dibelikan sama Ade karena Handphone sebelumnya dihancurkan oleh Ade," kata EF.
iNewsMadiun
Editor : Arif Handono