JAKARTA, iNewsMadiun.id - Sosok Tong Sin Fu menarik untuk diulas. Dia merupakan sosok pelatih tunggal putra yang sangat legendaris di dunia bulu tangkis Indonesia. Tong Sin Fu lahir di Teluk Betung, Lampung, pada 13 Maret 1942. Kini usianya sudah menginjak 80 tahun. BACA JUGA: Piala Presiden Bulu Tangkis 2022 Resmi Dibuka, 606 Atlet Berebut Total Hadiah Rp1 Miliar Meski lahir dan besar di Bumi Pertiwi, Sin Fu memiliki nama Tiongkok, Tang Hsien Hu.
Bahkan, dia juga punya nama Indonesia, yakni Fuad Nurhadi. Terkenal sebagai pelatih yang keras dan tegas, Sin Fu sudah menggembleng mantan pemain Timnas bulu tangkis Indonesia, Indra Wijaya dan Candra Wijaya sejak usia 13 tahun. Mereka berdua juga dilatih oleh Sin Fu ketika membela Pelita Jaya pada 1986 lalu.
Namun, setahun kemudian, alias pada 1987, Sin Fu direkrut untuk menjadi pelatih di Pelatnas PP PBSI di Cipayung, Jakarta Timur. Dan sejak itulah hingga 1998, Sin Fu mencetak generasi emas tunggal putra Indonesia yang merajai dunia. Nama-nama seperti Icuk Sugiarto, Alan Budikusuma, Ardy B. Wiranata dan Hariyanto Arbi juga merupakan pemain yang dipoles oleh pria berdarah Tionghoa itu. Bintang terakhir yang diorbitkan olehnya adalah Hendrawan.
Salah satu yang paling diingat dari Sin Fu adalah prestasinya membawa anak buahnya mendominasi Olimpiade Barcelona 1992. Kala itu, bulu tangkis baru kali pertama dipertandingkan di ajang Olimpiade dan tiga wakil tunggal putra Tim Merah-Putih menyapu bersih medali yang ada. Ketika itu, Alan dan Ardy masing-masing meraih emas dan perak usai terjadi All Indonesian Final di partai puncak. Kemudian, Hermawan Susanto membawa pulang medali perunggu bersama pemain Denmark, Thomas Stuer-Lauridsen.
Selain itu, Sin Fu juga pernah membuat anak buahnya merajai ranking dunia BWF pada awal 1990-an. Saat itu, ranking 1 sampai 8 dunia tunggal putra diisi oleh para jagoan bulu tangkis Tanah Air. Keberhasilannya memoles bakat-bakat terbaik pebulu tangkis Indonesia salah satunya disebabkan kebiasannya yang sangat mendetail mencatat perkembangan anak buahnya dalam sebuah jurnal yang tertata rapi. Dia juga tak pernah lupa untuk merekam latihan dan pertandingan para penggawanya.
Kemudian, Sin Fu juga terkenal sebagai seorang pelatih yang inovatif. Salah satu contoh penemuannya adalah latihan shadow di atas media pasir yang bertujuan agar kaki para pemainnya menjadi lebih kuat dan lincah. Bahkan, sampai saat ini metode latihan tersebut masih diterapkan di Pelatnas Cipayung. Di samping itu, Sin Fu juga merupakan pelatih yang bisa memotivasi para pemainnya. Dia menanamkan pola pikir kepada mereka bahwa semua latihan keras yang mereka jalani pada akhirnya bakal berbuah manis, yakni kemenangan.
Kelebihan lainnya yang dimiliki Sin Fu adalah kepiawaiannya untuk mengenali karakter setiap anak buahnya. Dia tahu metode latihan yang tepat dan cocok dengan kemampuan masing-masing pemainnya. Alhasil, mereka bisa mencapai potensi maksimal mereka dan memiliki gaya permainan yang khas.
Sayangnya, Sin Fu hijrah dari Indonesia pada 1998 lalu dalam kondisi yang cukup menyakitkan. Dia keluar dari jabatannya sebagai pelatih Pelatnas untuk bergabung dengan klub lokal di Provinsi Fujian Tiongkok. Padahal, sebenarnya hati Sin Fu tetap ingin berada di Indonesia. Sebab, keluarganya sudah bahagia dan hidup berkecukupan di Tanah Air serta dua anaknya pun lahir di Bumi Pertiwi. Akan tetapi, setiap kali dia mengajukan diri untuk menjadi Warga Negara Indonesia (WNI), selalu ditolak.
Seakan-akan negeri ini enggan untuk menerima keberadaannya. Sakit hatinya pun semakin bertambah pedih karena ada seorang aparat pemerintah yang menipunya. Dia mengansurkan uang antara Rp30 sampai Rp50 juta agar permohonannya menjadi WNI dIterima. Namun, setiap kali prosesnya sudah sampai ke imigrasi, permintaannya selalu ditolak. Dia selalu diminta untuk mengulang prosesnya menjadi WNI dari awal lagi. Padahal, Sin Fu, lahir dan tumbuh di Bumi Pertiwi dan sudah memberikan banyak prestasi untuk Indonesia.
Pada akhirnya, Sin Fu menyerah dan memilih untuk hijrah ke Fujian. Seorang kerabatnya yang merupakan pejabat tinggi di Fujian pun menjanjikan banyak hal manis kepadanya jika mau pindah ke Negeri Tirai Bambu. Sin Fu dijanjikan oleh kerabatnya itu langsung memiliki Warga Negara Tiongkok. Lalu, pemerintah Tiongkok juga bersedia menjamin semua kebutuhan primer Sin Fu, seperi rumah, kendaraan, gaji besar hingga fasilitas sampai pensiun. Pada awalnya, Sin Fu memang hanya melatih klub lokal di Fujian.
Namun, setahun kemudian dia direkrut untuk menukangi Tim Nasional Bulu Tangkis Tiongkok. Momen tersebut pun menjadi titik balik bersinarnya para pemain Tiongkok. Sementara di sisi lain, tunggal putra Indonesia perlahan-lahan terus menurun kualitasnya. Beberapa bintang Tiongkok yang berhasil dilahirkannya adalah peraih emas Olimpiade Sydney 2000, Ji Xinpeng, juara dunia 2003, Xia Xuanxe dan pemain tunggal putra paling sensasional dari Negeri Panda, yakni Lin Dan, yang sukses merengkuh dua emas Olimpiade dan lima kali menjadi juara dunia.
Sejak itu, Tiongkok terus memproduksi banyak pemain tunggal putra yang berkualitas. Sementara Indonesia bertahun-tahun hanya bergantung pada Taufik Hidayat saja. Bahkan, Tiongkok berhasil meraih gelar juara Piala Thomas lima kali berturut-turut mulai 2004 hingga 2012. Padahal, sebelumnya hanya Indonesia yang mampu membukukan prestasi gemilang tersebut. Pada akhirnya, Sin Fu terus berada di Tiongkok dan pensiun dari dunia kepelatihan pada 2010 lalu.iNewsMadiun
Editor : Arif Handono