M Quraish Shihab dalam "Tafsir Al-Mishbah" mengatakan bahwa kata maghrib asy-syams, demikian juga mathli’asy-syamsdalam ayat tersebut tidak dapat dipahami dalam arti tempat terbenam dan terbitnya matahari, karena pada hakikatnya tidak ada tempatnya untuk terbenam dan terbit.
Kata ini juga tidak dapat dipahami dalam arti tersebut dengan dalih bahwa itulah kepercayaan masyarakat masa lampau, karena jika demikian, itu dapat berarti bahwa al-Qur’an membenarkan kepercayaan yang keliru. Yang tepat adalah memahami kata tersebut dalam pengertian majazi sebagaimana dikemukakan di atas, yakni tempat yang dinilai terjauh ketika itu.
Sementara menurut Sayyid Quthub , bahwa memahami kata maghrib asy-syams dalam arti tempat di mana seseorang melihat matahari tenggelam di ufuknya. Ini berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain.
Di beberapa tempat matahari terlihat tenggelam di belakang sebuah gunung, dan di tempat lain terlihat ia tenggelam di air, seperti halnya yang melihat ke samudera lepas.
Bisa juga terlihat bagaikan tenggelam di lautan pasir jika seseorang berada di padang pasir yang luas dan terbuka. Rupanya Dzulqarnain sampai ke satu tempat di pantai Samudera Atlantik yang dahulu dinamai Lautan Gelap dan diduga bahwa daratan berakhir di sana.
Kemungkinan yang lebih kuat lagi, lanjut Sayyid Quthub, adalah ketika ia berada di muara salah satu sungai, di mana terdapat banyak rerumputan dan berkumpul di sekitarnya tanah hitam yang lengket, mencair serta terdapat pula daerah yang dipenuhi air bagaikan mata air, dan di sanalah dia melihat matahari terbenam.
Namun demikian, kata Sayyid Quthub lagi, kita tidak dapat memastikan di mana persis lokasinya, karena teks ayat ini tidak menjelaskan, dan tidak ada juga sumber yang dapat dipercaya yang menentukannya.
Editor : Arif Handono