Dalam perkembangannya, aktivitas sintren semakin digemari oleh masyarakat dan berkembang menjadi bentuk kesenian seperti saat ini. Dalam tari sintren terdapat pemeran utama yaitu penari perempuan yang masih gadis. Penari perempuan ini harus dalam keadaan suci, bahkan harus melakukan puasa sebelum pementasan.
Selain itu, juga ada seorang awang atau dukun yang bertugas sebagai dalang tari sintren. Awalnya, ki dukun akan membakar kemenyan dan membaca mantra, yang disusul tetabuhan dari musik pengiring. Berikutnya penari atau Nyi Putri yang sudah mengenakan busana khusus lengkap dengan kacamata hitam akan masuk dalam kurungan ayam.
Prosesi masuknya penari ke kurungan ayam diiringi dengan syair “Turun Sintren”, yang merupakan mantra untuk memanggil roh. Penari kemudian akan diikat seluruh tubuhnya dan dimasukkan ke dalam kurungan ayam. Saat ini, diiringi syair “Bari Lais”. Lalu, ki dukun akan membacakan mantra kepada penari yang ada di dalam kurungan seraya diiringi syair “Sih Solasih”. Saat syair “Sih Solasih” dinyanyikan, penari di dalam kurungan akan melepas ikatan yang membelenggunya.
Berikutnya, kurungan ayam akan dibuka. Saat itu ternyata penari sudah bisa lepas dari ikatan. Nyi Putri akan mulai menari dan diiringi dengan syair “Widaderi Nger-nger”. Penonton akan dibuat heran bagaimana penari bisa melepas ikatan tali yang kuat sebelumnya. Saat Nyi Putri sedang menari ini, para penonton akan melemparkan sesuatu ke arahnya.
Biasanya yang dilempar adalah uang kertas atau koin. Bukannya senang, penari justru jatuh pingsan saat dilempari itu. Saat penari pingsan ini ki dukun akan sigap menyadarkannya dengan mantra-mantra yang dibacakan. Setelah siuman, Nyi Putri akan kembali menari. Prosesi diakhiri dengan gerakan Temohon.
Editor : Arif Handono