BANYUWANGI, iNewsMadiun.id - Wacanan rancangan peraturan daerah (raperda) Perlindungan dan Pemberdayaan Janda yang digulirkan Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPRD Banyuwangi, Jawa Timur Mahamad Basir Qodim, menuai polemik di masyarakat. Bahkan sikap pro dan kontra pun muncul di kalangan anggota dewan.
Salah satu poin dalam raperda janda yang menjadi kontroversi adalah tentang aparatur sipil negara (ASN) laki-laki yang mampu, boleh menikahi janda dengan cara poligami. Tujuannya, agar para wanita single parent di Kabupaten Banyuwangi lebih terlindungi. Aturan itu digagas Basir Qodim berangkat dari keprihatinan atas tingginya angka perceraian di Banyuwangi. Berdasarkan data, dalam satu bulan rata-rata terdapat 500-600 kasus perceraian yang ditangani Pengadilan Agama (PA) Banyuwangi.
Saat ini, total terdapat sekitar 7.000 janda baru di Banyuwangi yang butuh perhatian khusus bagi pemerintah daerah (pemda). "Wacana itu tidak pernah dibahas dalam Fraksi PPP DPRD Banyuwangi," kata Syamsul Arifin, anggota Fraksi PPP. Sementara itu, penolakan terhadap wacanan penyusunan Raperda Janda dilontarkan oleh Wakil Ketua Komisi I DPRD Banyuwangi Marifatul Kamila. "Saya pribadi menolak jika wacana tersebut tetap diusulkan, terlebih dipaksakan," kata Wakil Ketua Komisi I DPRD Banyuwangi.
Marifatul Kamila menyatakan, Raperda Janda bukan solusi yang bijak untuk mengatasi masalah tingginya angka perceraian dan jumlah wanita yang menjanda di Kabupaten Banyuwangi.
"Terdapat beberapa solusi untuk memberdayakan perempuan. Terlebih, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi telah melakukan langkah yang lebih penting yakni pemberdayaan perempuan," ujar Marifatul Kamila.
Editor : Arif Handono
Artikel Terkait