"Kenapa? Demi Allah, aku tidak pernah menumpahkan darah mereka tidak pula berpisah dengan jamaah mereka, apalagi memecah persatuan mereka?" jawab Ibnu Umar heran. "Seandainya kau mau menjadi khalifah, tak seorang pun akan menentang. Aku tak suka kalau dalam hal ini seorang mengatakan setuju, sedang yang lain tidak.
" Ketika Muawiyah II, putra Yazid bin Muawiyah, menduduki jabatan khalifah, datang Marwan menemui Ibnu Umar. "Ulurkan tanganmu agar kami berbaiat. Anda adalah pemimpin Islam dan putra dari pemimpinnya. Lantas apa yang kita lakukan terhadap orang-orang bagian timur? Kita gempur mereka sampai mau berbaiat". "Demi Allah, aku tidak sudi dalam umurku yang 70 tahun ini, ada seorang manusia yang terbunuh disebabkan olehku," jawab Ibnu Umar.
Penolakan Ibnu Umar ini karena ia ingin netral di tengah kekalutan para pengikut Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah . Sikap itu diungkapkannya dengan pernyataan: "Siapa yang berkata, 'marilah sholat', akan kupenuhi. Siapa yang berkata 'marilah menuju kebahagiaan' akan kuturuti pula. Tetapi siapa yang mengatakan 'marilah membunuh saudara kita seagama dan merampas hartanya', maka saya katakan, tidak!"
Berkatalah Abul 'Aliyah al-Barra: "Pada suatu hari saya berjalan di belakang Ibnu Umar tanpa diketahuinya. Maka saya dengar ia berbicara kepada dirinya: 'Mereka letakkan pedang-pedang mereka di atas pundak-pundak lainnya, mereka berbunuhan lalu berkata: Hai Abdullah bin Umar ikutlah dan berikan bantuan. Sungguh sangat menyedihkan." iNews Madiun
Editor : Arif Handono
Artikel Terkait