DPR Telah Sahkan 12 Anggota KPU-Bawaslu dan Akan Segera Dilantik, Ini Tugasnya

Nurfikas

JAKARTA, iNewsMadiun.id -  Rapat Paripurna DPR pada Jumat (18/2/2022) kemarin, DPR telah mengesahkan 7 nama Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). 12 nama tersebut akan diserahkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk dilantik sebagai Anggota KPU dan Bawaslu definitif periode 2022-2027.

Ada sejumlah pekerjaan rumah (PR) yang menanti 12 orang Anggota KPU-Bawaslu terpilih ini. Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa menjelaskan, 12 nama ini dipilih oleh Komisi II DPR melalui musyawarah mufakat. Karena, DPR ingin dalam rangka menghadapi Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 yang beban dan kerumitannya sangat tinggi, dan di tengah kondisi pandemi, perlu adanya sinergi antar lembaga penyelenggara pemilu juga dengan stakeholder yang lain.

"Kita juga ingin ada kebersamaan di antara mereka. Karena mereka lokomotif pemilu, maka kita lakukan musyawarah mufakat," ujar Saan kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, dikutip Sabtu (19/2/2022).

"Dari musyawarah mufakat, memang itu 7 nama yang terbaik diantara yang terbaik. Karena 14 nama setelah fit and proper test KPU, merek memiliki kemampuan, komitmen dan inovasi terkait pemilu 2024. Sama juga dengan Bawaslu. Kita yakini yang terpilih mampu menjadi pengawas supaya pemilu berjalan secara bebas dan jujur," sambungnya.

Kemudian, Saan melanjutkan, mempersiapkan Peraturan KPU (PKPU), Komisi II sudah bicara dengan KPU periode 2017-2022, khususnya dalam menentukan jadwal pelaksanaa pemilu yang diputuskan tanggal 14 Februari 2024. Pada pembahasan yang lalu, sudah banyak masukan kepada KPU, baik dari pemerintah maupun DPR terkait soal tahapan, efisiensi dan efektivitas tahapan pemilu. 

"Misal ada usulan untuk memperpendek masa pemilu. KPU mengusulkan 120 hari, pemerintah 90 hari. DPR minta 75 hari. Semua punya argumentasinya," ujarnya.

Sekretaria Fraksi Partai Nasdem DPR ini menjelaskan, pemerintah dan DPR melihat bahwa 120 hari masa terlalu lama karena akan menimbulkan polarisasi di masyarakat. Ditambah dengan kondisi pandemi karena akan membutuhkan anggaran yang sangat besar. Maka DPR dan pemerintah meminta agar masa kampanye itu bisa diperpendek setidaknya 90 hari atau 75 hari.

"Kalau itu bisa dilakukan, maka kita akan ada efisisnsi dari sisi anggaran, kedua kita akan hindari polarisasi di masyarakat," terang Saan.

Hanya saja, kata Saan, apa yang menjadi hambatan KPU jika masa kampanye diperpendek menjadi 90 hari, katanya ada di soal logistik. Menurutnya, KPU bisa berinovasi, logistik yang produksinya selama ini kan dilakukan secara sentralisasi dari KPU RI, bisa didelegasikan pengadaannya di ke daerah-daerah yang memang sudah siap.

"Itu juga yang menjadi kenapa pemilu kemarin banyak yang meninggal, salah satunya karena memang distribusi logistiknya yang agak telat terkait soal pengadaan dan sebagainya," paparnya.

Juga soal efisiensi waktu rekapitulasi, kata dia, DPR meminta KPU untuk melakukan efisiensi rekapitulasi suara. Dan karena Undang-Undang No. 7/2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) tidak berubah, maka KPU harus banyak berinovasi.

"Itu yang kita minta nanti ke KPU baru. Dengan cara melihat memetakan PKPU yang sebelumnya dan di mana dia bisa melakukan terobosan supaya dapat dilakukan efisiensi dan efektivitas di setiap tahapan," jelasnya.

Selain itu soal anggaran, Saan menjelaskam bahwa KPU telah mengajukan Rp 76 triliun anggaran untuk lembaga KPU. Dalam situasi pandemi ini rasanya anggaran itu sangat besar, belum anggaran Bawaslu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), anggaran pemilu dan juga pilkada. 

"Jadi untuk anggaran penyelenggaran pemilu aja itu bisa diatas Rp 100 triliun untuk anggara pemilu saja diluar anggaran pilkada, nah itu jadi terlalu besar. Jadi jangan sampai KPU ngotot dengan anggaran itu pemerintah enggak ada nnti menghambat proses pemilu. Jadi akhirnya muncul spekulasi lagi enggak ada anggaran pemilunya kita tunda, misalnya gitu, nah itu jangan sampe muncul anggran seperti itu," terangnya.

Oleh karena itu, legislator Dapil Jawa Barat ini menambahkan, DPR mengusulkan agar tahapan Pemilu 2024 dimulai pada Juni 2022, verifikasi parpol peserta pemilu digelar Agustus 2022, dan sebaiknya verifikasi faktual dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi guna menghemat biaya.

"Verifikasi faktual menggunakan anggaran yg luar biasa, bisa enggak menggunakan teknologi informasi terkait soal verifikasi faktual jadi tidak perlu datang ke lapangan. Datang ke rumah satu-satu memilih, tapi dia bisa melakukan verifikasi secara digital menggunakan teknologi, itu juga akan mmeberikan dampak efisiensi anggaran," kata Saan. iNews Madiun

 

Editor : Arif Handono

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network