Ngeri, Upacara Bersih Darah Bisa Taklukkan Belanda dan Jepang

Nurfikas

Pada 21 Desember 1943, sebanyak 23 orang pemimpin pergerakan dibantai oleh tentara Jepang di pinggir jalan. Kepala mereka dipancung. Tercatat, sebanyak 750 orang lainnya juga dilakukan pembunuhan secara massal oleh Jepang.

Pada Juni 1943, pemimpin gerakan ilegal yang juga Gubernur Kalimantan BJ Haga akan melakukan pemberontakan.

Tetapi rencana ini bocor oleh mata-mata Jepang. Sebanyak 275 orang yang dicurigai, kemudian ditangkap dan dibunuh. Nasib BJ Haga tidak kalah buruk. Pembantaian itu dilakuan di Desa Mandor dan dikenal sebagai Peristiwa Mandor.

Saat ini, pembunuhan oleh tentara Jepang hampir berlangsung setiap hari. Tidak hanya membunuh, para tentara Jepang juga melakukan pemerkosaan terhadap para wanita dan merampas semua harta benda milik penduduk.

Jika permukaan kota, penaklukkan dilakukan dengan mudah. Tidak demikian di kawasan pedalaman Dayak Kalbar.

Pertama-tama, mereka menyita semua perlengkapan perang yang bisa digunakan oleh penduduk, seperti senapan lantak, sumpit, mandau, panah, tombak, parang dan lainnya. Semuanya senjata tradisional.

Dengan persenjataan lengkap dan modern, tentara Jepang masuk ke dalam pedalaman hutan Kalbar. Saat itu, pekik perang sudah menggema. Seruan untuk berperang ini disambut dengan darah mendidih oleh suku Dayak.

Semua suku telah datang berkumpul, mulai dari Iban, Sungkung, Seribas, Kantuk, Punan, Bukat dan lainnya. Mereka telah menyiapkan siasat menumpas habis musuh dengan sandi perang darah pembersihan atau air yang dibersihkan.

Menghadapi sumpit beracun dan mandau orang Dayak perdalaman, tentara Jepang berhasil ditekuk ditumpas habis.

Sejumlah tokoh yang berjasa dalam peristiwa itu terdiri dari Pangsuma, Pang Dandan, dan Pang Solang. Kemudian ada Panglima Kilat dari Tanah Jangkang. Panglima ini memiliki ilmu sakti dan sangat tangguh di medan perang.

Sampai di sini ulasan singkat Cerita Pagi hari ini ditutup, semoga memberikan manfaat. Kritik dan saran atas ulasan ini sangat diharapkan penulis.

Sumber tulisan:

1. Pulus Ngau; Zakeus Daeng Lio, Etnografi Dayak Punan, Samarinda: Yayasan Mitra Kasih, Juli 2020.

2. R. Masri Sareb Putra, Dayak Djongkang, An1mage, 2017. iNews Madiun
 

Editor : Arif Handono

Sebelumnya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network