Kisah itu berawal ketika Aditya Soetanto Hoegeng yang merupakan anak kedua dari Hoegeng berniat masuk Akabri. Saat itu, Adit masih duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA).
Sejak sekolah, Adit ternyata bercita-cita masuk Akabri agar bisa masuk ke dunia milter. Untuk bisa mendaftar, salah satu syaratnya harus melampirkan surat izin dari orang tua.
Dengan penuh semangat dan percaya diri, Adit datang ke Markas Besar (Mabes) Polri untuk meminta surat izin orang tuanya, Jenderal Hoegeng.
Sesampainya di Mabes Polri, dia bukannya disuruh masuk namun diminta tunggu oleh ajudan Hoegeng. Tak lama, dia akhirnya diizinkan masuk.
Di momen pertemuan tersebut, untuk pertama kalinya dia melihat sosok Hoegeng bukan sebagai seorang ayah yang biasanya ramah dan hangat kepada anak-anaknya.
Adit mengenang, saat itu Hoegeng hanya melihat ke arahnya dan bertanya apa keperluannya menemuinya di kantor. Sontak saja hal itu membuatnya gugup karena melihat dua sosok yang berbeda dalam waktu bersamaan.
Di satu sisi, dia melihat Hoegeng sebagai ayah kandungnya namun di sisi lain dia sedang berhadapan dengan seorang Kapolri dan memperlakukan dirinya seperti tamu-tamu lainnya. Setelah menyampaikan niatan membutuhkan surat izin dari orang tua, Kapolri di periode 1968 hingga 1971 hanya menjawab nanti saja kepada anaknya.
Pembicaraan mereka pun tak berlangsung lama. Bahkan, selepas itu Hoegeng sama sekali tidak menyapa atau mempersilakan anaknya duduk. Dia malah meneruskan pekerjaannya yang menumpuk di meja kerja.
Mengetahui sikap ayahnya seperti itu, Aditya langsung pulang. Uniknya, ketika Hoegeng kembali ke rumah, dia sudah bersikap layaknya seperti seorang bapak kepada anak dan suami kepada istri.
"Saya masih ingat saat itu bapak bertanya, hai Dit kamu sudah makan? Beliau sama sekali tidak membicarakan soal tadi yang di kantor," kata Adit.
Setelah kurang lebih tiga hari menunggu, tiba-tiba ajudan Hoegeng memberitahu Aditya kalau dirinya telah ditunggu oleh bapaknya di Mabes Polri.
Mengetahui sikap orang tuanya dari pertemuan sebelumnya, Aditya menyiapkan mental dengan matang. Saat tiba di Mabes Polri, Hoegeng bertanya kemantapan hati putranya tersebut masuk ke dunia militer.
Anehnya, kala itu Hoegeng berpesan agar anaknya tidak masuk polisi. Sebab dia tidak ingin ada Hoegeng lainnya di instansi kepolisian.
"Mendengar ucapan itu, saya mau ketawa tapi takut," kata Adit.
Editor : Arif Handono
Artikel Terkait