SURABAYA, iNewsMadiun.id - Panggilan Allah SWT ke Tanah Suci tidak memandang profesi, kaya atau miskin. Bila Allah SWT telah memanggilnya untuk menunaikan ibadah haji, maka kun fayakun, insya Allah berangkat ke Tanah Suci melaksanakan ibadah haji.
Menjadi kuli bangunan bukan halangan bagi Muhammad Djaelani untuk menunaikan ibadah haji. Laki-laki asal Saradan, Madiun itu masuk dalam daftar calon jemaah haji Indonesia dan masuk dalam kelompom terbang 7 Embarkasi Surabaya.
Ya, Djaelani bukanlah pekerja kantoran yang mendapatkan penghasilan tetap setiap bulan. Dia harus mengumpulkan rupiah demi rupiah melalui tetesan keringatnya sebagai seorang kuli bangunan demi mewujudkan harapannya menunaikan rukun Islam kelima.
"Saya ini orang miskin, tidak ada bayangan saat itu untuk bisa naik haji. Wong buat makan aja saya mesti susah payah jadi kuli bangunan," tutur Djaelani mengawali kisahnya. Tahun 1980, Djaelani mulai mengais rezeki di perantauan sebagai kuli bangunan. Meski tak tentu penghasilan yang bisa ia dapatkan, Djaelani tak lupa menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk ditabung.
"Tahun 2007, uang tabungannya saya terkumpul Rp5 juta. Uang itu saya gunakan beli sapi," kata laki-laki yang kini berusia 62 tahun ini. Dua tahun berlalu, Djaelani menjual sapinya seharga Rp8 juta. Uang tersebut lantas dibelikan tanah seharga Rp10 juta, dengan mencari pinjaman bank untuk menutupi kekurangannya.
Pada saat itu, keinginannya pergi haji pun makin membuncah. Ia bernadzar dalam hati, bila ada yang mau membeli tanahnya, maka uangnya akan ia gunakan untuk daftar haji. "Ketika Allah sudah berkehendak, maka kun fayakun, jadilah maka jadi. Seorang dermawan mau membeli tanah Djaelani seharga Rp25 juta.
"Tanah saya, yang harganya Rp10 juta, tidak pake ditawar langsung dibeli seharga Rp25 juta. Alhamdulillah, uangnya pas buat daftar haji," kata Djaelani terharu.iNewsMadiun
Editor : Arif Handono