RAMADAN merupakan bulan yang ditunggu-tunggu oleh umat Islam di seluruh dunia. Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim selalu menunjukkan semangat jelang bulan puasa ini.
Budaya yang beragam di Tanah Air membuat masyarakat menyambut bulan Ramadan dengan cara masing-masing. Sebagian memilih menggelar tradisi ruwahan.
Tradisi ini umumnya dilakukan bersama keluarga maupun kerabat terdekat untuk mendoakan ruh orang-orang terkasih. Pada akhir acara pun akan ditutup dengan makan bersama.
Lantas, bagaimana hukum tradisi mendoakan ruh orang-orang pendahulu yang sering diadakan menjelang momen puasa ini?
Menurut KH Yahya Zainul Ma'arif atau akrab disapa Buya Yahya, pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah dan Pondok Pesantren Al Bahjah Cirebon, hal ini boleh dilakukan hanya saja perlu diingat lagi 'ruh' seperti apa yang dimaksud.
Jika definisi dari ruh tersebut adalah orang-orang beriman yang sudah lebih dulu pergi lalu dilantunkan doa, tidak ada larangan untuk ini.
"Ingat ya, maksudnya mendoakan orang-orang yang telah mendahului kita dari ahli iman, tidak ada masalah. Kalau ada kesalahan mungkin telah disebut sesuatu ruh-ruh yang tidak jelas apa ruhnya, itu tinggal dihilangkan" ujar Buya Yahya, dikutip dari kanal YouTube Al Bahjah TV, Rabu (30/3/2022).
Seperti sudah dijelaskan, tradisi ruwahan menghadirkan keluarga atau kerabat untuk berkumpul dan makan bersama. Bagi Buya Yahya, kegiatan ini baik untuk menjalin tali silaturahim serta menunjukkan indahnya berbagi.
"Yang hidup menjalin silaturahim, saling memberi, tukar-menukar makanan, itu suasana indah," ucap Buya Yahya.
Ia menegaskan bahwa selama perkumpulan ruwahan tidak melenceng dari ajaran agama Islam, masyarakat bisa menjalankan tradisi tersebut.
"Selagi perkumpulan itu masih bisa diarahklan sesuai syariat, lanjutkan. Itu tradisi yang baik," tuturnya.
Wallahu a'lam bishawab.
Editor : Arif Handono