Sekretaria Fraksi Partai Nasdem DPR ini menjelaskan, pemerintah dan DPR melihat bahwa 120 hari masa terlalu lama karena akan menimbulkan polarisasi di masyarakat. Ditambah dengan kondisi pandemi karena akan membutuhkan anggaran yang sangat besar. Maka DPR dan pemerintah meminta agar masa kampanye itu bisa diperpendek setidaknya 90 hari atau 75 hari.
"Kalau itu bisa dilakukan, maka kita akan ada efisisnsi dari sisi anggaran, kedua kita akan hindari polarisasi di masyarakat," terang Saan.
Hanya saja, kata Saan, apa yang menjadi hambatan KPU jika masa kampanye diperpendek menjadi 90 hari, katanya ada di soal logistik. Menurutnya, KPU bisa berinovasi, logistik yang produksinya selama ini kan dilakukan secara sentralisasi dari KPU RI, bisa didelegasikan pengadaannya di ke daerah-daerah yang memang sudah siap.
"Itu juga yang menjadi kenapa pemilu kemarin banyak yang meninggal, salah satunya karena memang distribusi logistiknya yang agak telat terkait soal pengadaan dan sebagainya," paparnya.
Juga soal efisiensi waktu rekapitulasi, kata dia, DPR meminta KPU untuk melakukan efisiensi rekapitulasi suara. Dan karena Undang-Undang No. 7/2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) tidak berubah, maka KPU harus banyak berinovasi.
"Itu yang kita minta nanti ke KPU baru. Dengan cara melihat memetakan PKPU yang sebelumnya dan di mana dia bisa melakukan terobosan supaya dapat dilakukan efisiensi dan efektivitas di setiap tahapan," jelasnya.
Selain itu soal anggaran, Saan menjelaskam bahwa KPU telah mengajukan Rp 76 triliun anggaran untuk lembaga KPU. Dalam situasi pandemi ini rasanya anggaran itu sangat besar, belum anggaran Bawaslu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), anggaran pemilu dan juga pilkada.
"Jadi untuk anggaran penyelenggaran pemilu aja itu bisa diatas Rp 100 triliun untuk anggara pemilu saja diluar anggaran pilkada, nah itu jadi terlalu besar. Jadi jangan sampai KPU ngotot dengan anggaran itu pemerintah enggak ada nnti menghambat proses pemilu. Jadi akhirnya muncul spekulasi lagi enggak ada anggaran pemilunya kita tunda, misalnya gitu, nah itu jangan sampe muncul anggran seperti itu," terangnya.
Oleh karena itu, legislator Dapil Jawa Barat ini menambahkan, DPR mengusulkan agar tahapan Pemilu 2024 dimulai pada Juni 2022, verifikasi parpol peserta pemilu digelar Agustus 2022, dan sebaiknya verifikasi faktual dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi guna menghemat biaya.
"Verifikasi faktual menggunakan anggaran yg luar biasa, bisa enggak menggunakan teknologi informasi terkait soal verifikasi faktual jadi tidak perlu datang ke lapangan. Datang ke rumah satu-satu memilih, tapi dia bisa melakukan verifikasi secara digital menggunakan teknologi, itu juga akan mmeberikan dampak efisiensi anggaran," kata Saan. iNews Madiun
Editor : Arif Handono