get app
inews
Aa Read Next : Hadapi Pemilu 2024, Partai Perindo Kabupaten Madiun Gelar Bimtek Saksi

Cegah Kasus Korupsi di Desa Berulang di Madiun, Penguatan BPD Solusinya

Jum'at, 12 Januari 2024 | 10:22 WIB
header img
Baliho Ketua DPD Perindo Kabupaten Madiun Dimyati Dahlan. Foto: Arif Wahyu Efendi

MADIUN,  iNewsMadiun.id -Dugaan korupsi proyek pembangunan kolam renang di desa Gemarang Kecamatan Gemarang dan Desa Sukosari Kecamatan Dagangan di Kabupaten Madiun saat ini menjadi bahan penyelidikan Kejaksaan Negeri setempat.

Sejumlah pihak,  baik aparatur desa maupun pelaksana proyek dan pihak terkait telah dipanggil Kejaksaan Negeri Kabupaten Madiun sejak awal Desember tahun lalu hingga berlanjut di awal tahun  2024 ini.

Nilai pembangunan dua kolam renang tersebut totalnya mencapai Rp 1,5 miliar. Rinciannya di dusun mundu Desa Gemarang kecamatan Gemarang mencapai Rp 931 juta rupiah.  Anggaranya bersumber dari alokasi dana desa (DD) tahun 2019 sebesar Rp 561 juta dan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) tahun 2021 senilai Rp 370 juta. Sedangkan proyek pembangunan kolam renang desa Sukosari kecamatan Dagangan berasal dari BKK tahun 2022 senilai Rp 600 juta. 

Mencuatnya kasus dugaan korupsi  pembangunan kolam renang di dua desa itu hingga akhirnya menjadi bahan penyelidikan aparat penegak hukum, mengundang keprihatinan banyak pihak. Salah satunya adalah Dimyati Dahlan Ketua DPD Perindo Kabupaten Madiun. Sebagai aktivis yang bergelut dengan desa puluhan tahun,  pihaknya menawarkan solusi agar kasus dugaan korupsi serupa tidak terus berkembang dan terulang ke desa lainnya.

Menurutnya potensi korupsi di desa bisa di cegah jika semua pihak di desa menjalankan peran dan fungsi masing masing dengan baik. Selain aparatur pemerintah desa mulai kepala desa hingga perangkat, ada elemen lain yang memiliki peran signifikan di desa yaitu Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Selama ini peran BPD seolah terabaikan dan hanya sebagai pelengkap saja. Buktinya adalah rendahnya kinerja BPD dalam menjalankan fungsinya. Ini dipicu rendahnya kesejahteraan bagi BPD baik ketua maupun anggotanya, yang jauh dibawah pendapatan perangkat dan kepala desa. Kondisi tersebut berdampak pada kinerja BPD dalam menjalankan fungsi dan peran, khususnya dalam melakukan kontrol atau pengawasan di desa. 

"Sebenarnya kalau BPD itu maksimal menjalankan peran dan fungsinya, khususnya dalam hal kontrol dan pengawasan di desa, potensi pencegahan tindak pidana korupsi bisa maksimal. Seperti di Gemarang dan Sukosari itu, kontrol BPD nya seolah lemah. Sehingga tidak berjalan, kenapa? Karena ya tidak ditopang dengan penghasilan yang sepadan dengan beban kerjanya. Pendapatnya saja yang mungkin di sana banyak tapi beda pendapatannya jauh antara BPD dibandingkan perangkat dan kepala desa. Dampaknya, BPD sekedarnya saja dalam menjalankan tugas. Hingga akhirnya pembangunan kolam renang itu menjadi bahan penyelidikan Aparat Penegak Hukum. Coba, misalnya tunjangan BPD itu setara penghasilan tetap  Kepala Desa, pasti akan memberikan teguran saat melihat adanya kekurangan dalam pembangunan," kata Dimyati panjang lebar di kantor DPD Perindo Jumat pagi (12/01/2024).

Ke depan, agar kejadian serupa tidak berulang, pria yang juga konsultan dana desa itu menawarkan solusi bersama, yaitu meningkatkan penguatan kasitas kelembagaan BPD, baik ketua dan seluruh anggotanya. Tujuannya tidak lain agar BPD maksimal dalam menjalankan fungsi pengawasan di desa. Apalagi banyak hal terkait kesejahteraan BPD juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 11 tahun 2019. Diantaranya menyebutkan bahwa maksimal 30 persen dari jumlah anggaran belanja desa bisa digunakan untuk penghasilan tetap dan tunjangan kepala desa, sekretaris dan perangkat desa, juga bisa digunakan untuk tunjangan dan operasional BPD.

"Selama ini perangkat dan kepala desa sudah sejahtera, saatnya kini BPD juga sejahtera. Agar nanti kinerjanya maksimal karena di topang dengan pendapatan yang layak. BPD menjadi aktif dalam menjalankan fungsi kontrol di desanya masing-masing. Dan upaya peningkatan kesejahteraan BPD tu tidak melanggar aturan, regulasinya ada di PP 11 tahun 2019. Apalagi jika merujuk PP 18 tahun 2017 yang menyebutkan tunjangan representasi ketua DPRD kabupaten/ kota setara Gaji pokok Bupati/ Walikota, maka menjadi memungkinkan tunjangan Ketua BPD setara dengan penghasilan tetap Kepala desa," jelasnya sambil menunjukan bunyi Peraturan Pemerintah dimaksud melalui layar smartphone miliknya.

Dimyati menuturkan siap membantu untuk mewujudkan kesejahteraan bersama di desa. Menurutnya hal itu bukanlah hal yang sulit. Semua elemen di desa bisa duduk bersama saat penyusunan APBDes. Bahkan bukan hanya BPD, nantinya insetif ketua RT, RW,  minimal Rp 500 ribu setiap bulan, begitu juga  guru Ngaji, guru TK juga akan meningkat, sehingga banyak pihak yang bisa menikmati kesejahteraan di desa.

"Itu bukan hal yang sulit mensejahterakan banyak elemen di desa. Kepala desa dan perangkatnya kan sudah, kini giliran BPD, termasuk insentif ketua RT, RW, guru Ngaji, TK juga harus meningkat. Sehingga nantinya memberikan layanan ke warga bisa baik dan maksimal. Tanpa mengurangi hak Kades dan perangkat desa yang sudah ada selama ini  sebagaimana ketentuan yg ada. Saya siap membantu, apalagi jika Partai Perindo menang," tutupnya sambil tertawa.

Editor : Vitrianda Hilba Siregar

Follow Berita iNews Madiun di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut