Uskup Belo bukan hanya pemimpin kuat gereja Katolik Roma di Timor Leste, tetapi juga pahlawan nasional dan mercusuar harapan bagi rakyat di negara itu. Dia pernah berbicara untuk rakyat di negara itu, yang menurutnya sangat menderita di bawah pendudukan Indonesia yang ekstrem dan kejam (1975-1999). Dia kala itu juga menuntut penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM) dan penentuan nasib sendiri.
Kembali ke cerita Paulo, pada sore hari tanpa curiga Paulo pergi ke kediaman Uskup Belo di jalan pesisir Dili dengan pemandangan laut yang indah. Malam itu Belo membawanya ke kamar tidurnya. "Uskup melepas celana saya, mulai menyentuh saya secara seksual dan melakukan seks oral pada saya," kata Paulo. Bingung dan kaget remaja lantas tertidur.
Ketika dia bangun, "Dia memberi saya sejumlah uang," kenangnya. "Di pagi hari saya lari cepat. Saya sedikit takut. Saya merasa sangat aneh." Paulo merasa malu, sampai dia menyadari: "Ini bukan salah saya. Dia telah mengundang saya. Dia adalah imam. Dia adalah seorang uskup. Dia memberi kami makanan, dan berbicara baik pada saya. Dia mengambil keuntungan dari situasi itu."
Dia menambahkan: "Saya pikir: ini menjijikkan. Saya tidak akan pergi ke sana lagi." Paulo tidak memberi tahu siapa pun tentang pelecehan dan eksploitasi seksual tersebut. Itu terjadi sekali, sekali itu. Tapi itu tidak berlaku untuk Roberto, yang sekarang berusia 45 tahun, yang juga memutuskan untuk tetap anonim. Baik Paulo maupun Roberto kemudian menetap di luar negeri untuk membangun kehidupan mereka.
Editor : Arif Handono