Namun dia kembali dihadapkan dengan tantangan baru. Pada saat itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai program Banteng. Program ini merupakan program dengan tujuan membina pengusaha pribumi.
Melalui program ini, pengusaha pribumi memiliki fasilitas yang jauh lebih baik dari pengusaha asing. Pemilik perusahaan di Indonesia, 70 persen sahamnya harus dimiliki oleh pribumi atau masyarakat asli Indonesia.
Sebagai pengusaha nonpribumi, Ming tetap gigih mengembangkan perusahaannya. Hasilnya, pada pertengahan 1950-an, dia berhasil melakukan ekspansi ke Bandung.
Pada 1955 merupakan awal kesuksesan Ming. Saat itu, dia mendapatkan pesanan cokelat yang cukup banyak untuk dihidangkan kepada para tamu yang menghadiri Konferensi Asia Afrika (KAA).
Ming pun mendapatkan julukan 'si pembuat cokelat yang enak'. Julukan tersebut disematkan kepadanya karena presiden pertama RI Soekarno memuji cokelat buatannya.
Dia menuturkan, cokelat yang diraciknya tersebut hanya menggunakan bahan dasar sederhana dan tidak ada yang istimewa dari bahan tersebut. Namun, dia mengandalkan pengalaman dan keahlian khusus yang dipelajari dalam memainkan temperature alat pemanas.
Setelah sukses mengembangkan perusahaannya, Ming mewariskan salah satu perusahaan cokelat tertua di Asia ini kepada anak sulungnya John Chuang yang menjadi CEO dan mengontrol keuangan. Sedangkan adik John, Joseph Chuang mengurus food service dan pabrik.
Editor : Arif Handono