JAKARTA,iNewsMadiun.id - Sejarah pemberontakan APRA merupakan salah satu peristiwa yang terjadi pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia. Gerakan ini dipimpin oleh Raymond Pierre Westerling yang merupakan tokoh militer Belanda. APRA merupakan kepanjangan dari Angkatan Perang Ratu Adil yang berdasar dari mitologi ramalan Jayabaya, yang berarti seorang pemimpin hendak bertindak adil dan bijaksana bagi rakyatnya.
Latar belakang munculnya gerakan pemberontakan ini bermula di Bandung, pada 23 Januari 1950 karena hendak dibubarkannya negara bagian bentukan Belanda di RIS (Republik Indonesia Serikat) yang kembali bersatu dengan Republik Indonesia. Pemberontakan APRA ini juga beralasan untuk mempertahankan negara Pasundan demi melindungi aset ekonomi kolonial yang ada di wilayah tersebut.
Sebagai bekas perwira Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger (KNIL) Raymond Pierre Westerling juga memiliki pasukan yang mayoritas bekas prajuritnya sendiri, terutama dari prajurit Regiment Speciale Troepen (Regimen Pasukan Khusus). Ketidaksetujuan APRA terhadap hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag pada 1949.
Di mana Tentara KNIL akan dibubarkan dan akan dimasukkan ke dalam kesatuan-kesatuan TNI dan pasukan Belanda harus ditarik dari Indonesia. Kerja sama antara APRA dengan Sultan Hamin II dari Pontianak yang memiliki paham feodal akhirnya terbentuk. Kudeta pada Januari 1950 ini merupakan percobaan yang mereka lakukan, demi mempertahankan negara feodal RIS ketika mayoritas negara bagian RIS menginginkan bergabung dengan Republik Indonesia.
Ultimatum yang menuntut pemerintah RIS menghargai negara-negara bagian, terutama Negara Pasundan serta mengakui APRA sebagai tentara Pasundan, dikirimkan oleh Westerling pada pemerintah RIS 5 januari 1950. Dalam tenggang waktu lima hari pemerintah RIS harus memberi jawaban dan akan terjadi perang bila tuntutan tersebut ditolak.
Mengetahui hal tersebut, perintah penangkapan Westerling dikeluarkan oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta pada 10 Januari 1950 demi mencegah agresi terjadi. Benar saja, APRA mempercepat gerakannya dengan melakukan pembantaian anggota TNI di Kota Bandung dan berhasil menduduki Markas Staf Divisi Siliwangi.
Letnan Kolonel Lemboh yang bertugas di wilayah tersebut juga ikut gugur bersamaan dengan warga sipil yang menjadi korban. Ketika hendak melanjutkan pemberontakannya di Jakarta, upaya ini berhasil digagalkan oleh pemerintah RIS, APRIS, dan juga bantuan rakyat sipil pada masa itu.
Dalam upaya penumpasan APRA di Bandung, pemerintah RIS menekan pimpinan tentara Belanda melalui perundingan dan operasi militer. Hasil dari perundingan tersebut memutuskan untuk mendesak Westerling segera meninggalkan Bandung.
Lantaran gagal melakukan kudeta. mengetahui reputasinya terancam, Westerling pun melarikan diri ke Belanda. Demi mengenang perjuangan yang terjadi di tempat tersebut. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meresmikan monumen Dwikora dan Trikora yaang menjadi simbol perjuangan TNI, pada masa pemerintahannya.iNewsMadiun
Editor : Arif Handono