Sebelumnya, pada tahun 1921-1922 Ki Ageng Suryomentaram merupakan pemimpin Paguyuban Selasa Kliwon. Sebuah paguyuban yang berjalan di jalur masyarakat kebatinan.
Kelompok yang didalamnya terdapat sembilan orang priyayi, yakni diantaranya adalah Ki Hajar Dewantoro merupakan cikal bakal berdirinya Gerakan Taman Siswa.
Paguyuban yang kemudian bubar pada 3 Juli 1922 itu juga berinteraksi dengan organisasi Budi Utomo. Sikap nasionalismenya jelas, yakni memenangkan kemerdekaan RI.
Pada tahun 1930, Ki Ageng Suryomentaram bersama temannya mendirikan Pakempalan Kawula Ngayogjokarto. Perkumpulan yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan itu diketuai Pangeran Suryodiningrat.
Saat Ki Ageng Suryomentaram menyampaikan usulan perlu adanya pelatihan militer pada tahun 1943, Gubernur Militer Jepang untuk Yogyakarta Kolonel Yamanuchi tidak langsung menyetujui.
Yamanuchi belum yakin rakyat Indonesia mampu membentuk kesatuan militer. Berkat bantuan Asano (anggota Dinas Rahasia Jepang) yang menyarankan Ki Ageng Suryomentaram membuat permohonan resmi kepada Kaisar Jepang, usulan itu akhirnya disetujui.
Permohonan resmi atau petisi Ki Ageng Suryomentaram bersama delapan temannya, yang kemudian disebut Manggala Sembilan itu, ditulis di atas kertas dan diberi tanda tangan dengan darah masing-masing.
Ki Ageng Suryomentaram kemudian bergabung sebagai tenaga sukarela. Dia meninggalkan rumah beserta sawahnya di Bringin, dan kembali ke Yogyakarta.
“Namun pemerintah militer dengan cepat mengambil alih perekrutan dan pelatihan serdadu yang kemudian melahirkan apa yang kita kenal sebagai PETA (Pembela Tanah Air),” kata Marcel Bonneff yang pernah menjadi dosen bahasa Perancis di UGM (1966-1973).
Berbagai sumber sejarah menyebut, Ki Ageng Suryomentaram terlibat aktif dalam pertempuran melawan Kolonial Belanda di dekat Yogyakarta, selama periode 1947-1949. Ki Ageng Suryomentaram wafat pada usia 70 tahun, di mana Presiden Soekarno atau Bung Karno melalui sebuah telegram, secara khusus mengirim ucapan bela sungkawa. iNewsMadiun
Editor : Arif Handono