Sunan Kalijaga memiliki kepiawaian sangat menonjol. Putra Tumenggung Wilatikta itu bukan saja menciptakan saka tiang dari tatal dan telah membetulkan arah kiblat, tetapi juga menciptakan sebuah kenthongan (penthongan) dan bedhug yang digantung di depan Masjid Agung Demak Bintoro.
Alat kenthongan dan bedhug tersebut dimaksudkan sebagai tengara bahwa saat Shalat Jumat sudah masuk, sehingga salah seorang kaum muslimin dapat membunyikannya secara berulang-ulang.
Begitulah peran Sunan Kalijaga dalam sejarah pembuatan Masjid Agung Demak Bintoro memang sangat menonjol. Meski ia bukan tergolong anggota Wali Sanga sepuh, tetapi ketajaman batin bekas seorang brandhal itu memang luar biasa.
Pada saat peresmian Masjid Agung Demak Bintoro, Sunan Kalijaga mempraktikkan pementasan pagelaran wayang kulit semalam suntuk dengan lakon Dewa Ruci atau Bima Suci.
Namun berbeda dari pementasan pegelaran lain, Sunan Kalijaga tidak mematok harga untuk tiket masuk, malainkan syaratnya adalah cukup membaca atau menghafal syahadat sebagai tiket masuk.
Artinya, jika rakyat ingin menonton pagelaran wayang kulit yang dimainkan oleh Sunan Kalijaga, mereka dituntut harus dapat menghafalkan terlebih dahulu bacaan Syahadat Maklum mayoritas dari mereka beragama Hindu Budha.
Nah, setelah mereka hafal luar kepala bacaan syahadat, barulah mereka diperbolehkan masuk untuk menonton pementasan wayang kulit.
Masjid Agung Demak Bintoro ditandai dengan sengkalan; 'Lawang trus gunaning janina' yang bermakna angka 1399 Tahun Saka (atau tahun 1477 Masehi). Kata 'lawang trus gunaning janma' sendiri berarti bahwa pintu yang bermanfaat bagi manusia. Itulah Masjid Agung Demak Bintoro. iNews Madiun
Editor : Arif Handono
Artikel Terkait