MW menambahkan, ternyata pada tanggal 25 Februari penarikan hasil investasi belum bisa dilakukan. Kendati demikian tradingnya kembali berjalan. Para member berasumsi bahwa pihak management memang memiliki itikad baik.
Kemudian ada pengumuman dari management bahwa proses WD akan mundur ke tanggal 7 Maret. Pihak management juga memberitahukan bahwa penundaan ini terjadi karena proses WD yang akan meggunakan dompet crypto dan management memberikan tutorial cara membuat akun crypto di Indodax atau di Tokocrypto.
Namun janji yang disampaikan management tidak ada yang ditepati. Pada 7 Maret malam justru terjadi trading yang mencurigakan dimana alogaritma robot melupakan open position trading yang melawan arah pasar.
“Jadi trading yang janggal karena saat pasar terus naik, robot terus menjual dan ketika pasar turun robot terus membeli padahal data pasar menunjukan arah pelemahan yang kuat,” terang MW.
Akibatnya dana investasi member banyak yang mengalami loss besar-besaran. Begitu juga saat sudah profit robot tidak mengeksekusi profit malah dibiarkan terjadi loss.
“Loss makin besar dan equity terus makin terkuras, baru kita tau kalo itu yang namanya margin call. Loss yang disengaja serta dimanipulasi oleh pihak management beserta brokernya,” kata MW
lebih lanjut MW menjelaskan para member mempercayakan dananya untuk diinvestkan ke Fahrenheit karena janji fixed income.
“Disaat pandemi seperti ini maka member yakin bahwa Fahrenheit adalah solusi. Namun bukannya menjadi solusi, justru menjadi musibah bagi para member,” ujar MW.
Korban penipuan robot trading abal-abal Fahrenheit tidak hanya di Bali. Sebelumnya ratusan orang yang menjadi korban trading abal-abal ini juga telah melaporkan ke Bareskrim Mabes Polri. Total dana korban yang hilang di Jakarta akibat robot trading abal-abal Fahrenheit diperkirakan mencapai triliunan rupiah.
Dari penelusuran MPI, robot Fahrenheit milik Hendry Susanto ini dikatakan baru berumur jagung, yakni dilaunching sekitar bulan Juli 2021. Dalam menjalankan aksinya tergolong rapi dan sistematis. Perusahaan menyediakan sejumlah kit, dimana salah satunya adalah mencantumkan legalitas dari berbagai badan otoritas di Indonesia.
Namun belakangan dokumen legalitas ternyata sebagian tidak valid, seperti kode NIB dan KBLI dari Badan Penanaman Modal tidak sesuai. Padahal, dokumen itulah yang dipegang para calon member sebelum memutuskan untuk bergabung.iNews Madiun
Editor : Arif Handono
Artikel Terkait