Semaoen juga memulai kariernya sebagai pemimpin buruh dan propagandis serikat pekerja yang mempelajari Marxisme sekaligus cara mengorganisir dan memimpin pemogokan buruh dengan profesionel. Kedua, Semaoen bukan keturunan priyayi.
Ketiga, dia masih sangat muda saat pertama muncul memimpin pergerakan revolusioner. Usianya 17 tahun lebih muda dari HOS Tjokroaminoto, dan sembilan tahun lebih muda dari Marco. Semaoen merupakan simbol kebangkitan kaum muda bumiputera.
Setahun kemudian pada 9 Mei 1917, saat pemilihan pengurus SI cabang Semarang, Semaoen dipilih menjadi ketua. Dipilihnya Semaoen semakin meningkatkan aktivitasnya dalam pergerakan. Semaoen mulai membentuk kelompok-kelompok aksi SI.
Pembentukan kelompok-kelompok ini menyusul terjadinya inflasi yang mengakibatkan para buruh resah, karena terjadinya pengurangan upah mereka. Pada 1918, di bawah komando Semaoen, SI cabang Semarang menggerakkan pemogokan buruh.
Sementara itu, terjadi perpecahan dalam tubuh ISDV. Anggota Eropa yang lebih demokrat menolak perkumpulan ini dijadikan komunis oleh Sneevliet dan memilih keluar secara serempak, hingga tinggal beberapa orang Eropa saja yang tinggal.
Kelompok orang Eropa itu kemudian membentuk SDAP Indonesia yang moderat. Meski demikian, hal ini menjadi satu keuntungan bagi anggota bumiputera untuk tampil sebagai pimpinan. Beruntung, tenaga bumiputera memiliki kemampuan yang bagus.
Di antara pemimpin Marxis yang paling menonjol dari kaum bumiputera yaitu Semaoen. Selain Semaoen, ada juga Darsono, yang secara serius mempelajari ilmu Marxisme. Pada kedua orang inilah, ide-ide sosialisme ISDV mempengaruhi SI.
Sebagai akibatnya, banyak anggota SI yang masuk ke dalam ISDV, tanpa melepas anggotanya di SI. Dengan semangat Revolusi Bolshewik 1917, Semaoen dan Darsono berusaha memengaruhi SI dan mendorong terciptanya revolusi serupa di Indonesia.
Usaha ini semakin kencang dilakukan tahun 1919 sebagai akibat buruknya perekonomian Indonesia yang mendatangkan bencana kelaparan di Jawa. Krisis ini semakin matang dengan adanya perluasan tanah perkebunan tebu di koloni Belanda.
Seiring dengan pembentukan Komintern pada 1919, maka terjadi perubahan nama perkumpulan. Kata sosial demokrat tidak lagi dipakai, karena sering dikaitkan dengan Internasional Kedua, dan tidak dapat diterima oleh pandangan revolusioner.
Editor : Arif Handono
Artikel Terkait