2. Kartosoewirjo
Kartosoewirjo (foto istimewa)
Sementara Soekarno mendirikan partai politik, Kartosoewirjo terus berjuang bersama Tjokroaminoto. Dia bahkan menjadi sekretaris pribadi Tjokroaminoto, dan memilih Islam sebagai ideologi perjuangannya.
Buku-buku marxisme yang dibacanya sama sekali tidak memengaruhinya untuk menjadi merah dan ke kiri-kirian seperti kebanyakan temannya.
Sebaliknya, ideologi Islam yang diperjuangkannya justru semakin kuat. Dengan marxisme sebagai pisau analisis, pemikiran Kartosoewirjo tentang penghisapan kapitalisme semakin tajam, dan kritis. Karier politiknya pun terus melonjak.
Perpecahan mulai timbul setelah Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada 17 Agustus 1945. Terjadi tarik-menarik kekuatan arah republik, antara yang menghendaki negara Uni Belanda, negara komunis, dan negara Islam.
Soekarno yang menyerap memiliki banyak ideologi mulai dari marxis, Alquran, dan Islam serta kitab lainnya tidak ingin Indonesia menjadi negara Uni Belanda, komunis, dan berazaskan Islam. Sebaliknya, dia menawarkan asas Pancasila.
Menurutnya, Pancasila merupakan ideologi yang tumbuh dari bumi pertiwi, sesuai dengan pergulatan batin, intelektual, dan budaya luhur bangsa. Usulan Pancasila ini kemudian disampaikan Soekarno dalam pidato 1 Juni 1945.
Perlawanan hebat pertama-tama datang dari pihak komunis. Tahun 1948, kelompok Muso memproklamirkan Negara Madiun sebagai poros Soviet. Peristiwa yang dikenal dengan Pemberontakan Madiun ini dengan mudah ditumpas pemerintah Republik Indonesia.
Editor : Arif Handono
Artikel Terkait