JAKARTA, iNewsMadiun.id - Ibadah Haji merupakan satu dari rukun Islam yang wajib ditunaikan umat Islam yang mampu. Agar ibadah haji diterima Allah, setiap jamaah harus memenuhi enam rukun Haji dan tidak bisa diganti dengan amalan lain. Mulai dari ihram, wukuf, thawaf, sa'i, tahallul dan tertib sesuai urutannya.
Semuanya mesti dipenuhi agar ibadah hajinya sah dan diterima Allah. Tahukah Anda, ada satu kisah haji yang menakjubkan. Berkat amalan seorang tukang sol sepatu, ibadah seluruh jamaah haji tahun itu diterima Allah Ta'ala. Kok bisa? Berikut ceritanya. Kisah ini dinukil dari Kitab Irsyadul Ibad ila Sabiila Rasyad karya Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz.
Seorang ulama terkenal bermimpi setelah selesai menjalani salah satu ritual Haji di Makkah. Beliau beristirahat dan tertidur. Beliau adalah Abu Abdurrahman Abdullah bin Al-Mubarak Al-Hanzhali atau dikenal dengan Abdullah bin Mubarak (wafat 181 H), seorang ulama besar, ahli fiqih, dan ahli hadis. Dalam tidurnya Abdullah bin Mubarak bermimpi melihat dua Malaikat turun dari langit.
Ia mendengar percakapan keduanya: "Berapa banyak yang datang tahun ini?" tanya Malaikat yang satu. "700 ribu (riwayat lain menyebut 600 ribu)," jawab Malaikat lainnya. "Berapa banyak mereka yang ibadah hajinya diterima?" Malaikat yang satu menjawab: "Tidak satupun." Mendengar percakapan ini, Abdullah bin Mubarak gemetar. Beliau menangis dalam mimpinya.
"Semua orang telah datang dari belahan bumi yang jauh, dengan kesulitan yang besar dan keletihan di sepanjang perjalanan, berkelana menyusuri padang pasir yang luas, dan semua usaha mereka menjadi sia-sia?" kata beliau gemetar. Kemudian Malaikat yang satu berkata: "Tetapi ada seorang laki-laki meskipun tidak datang menunaikan ibadah Haji, ibadah hajinya diterima dan seluruh dosanya telah diampuni.
Berkat dia seluruh jamaah haji yang 700 ribu itu diterima oleh Allah." "Kok bisa? Siapa orang tersebut?" tanya Malaikat yang satu lagi. Malaikat yang satu berkata: "Laki-laki itu adalah tukang sol sepatu di Kota Damsyiq (Damaskus sekarang." Mendengar percakapan Malaikat itu, Abdullah bin Mubarak langsung terbangun. Sepulang haji, Beliau langsung menuju Kota Damaskus, Suriah.
Setibanya di sana, Abdullah bin Mubarak mencari tahu siapa tukang sol sepatu yang disebut Malaikat dalam mimpinya itu. Dalam riwayat disebitkan tukang sol sepatu itu bernama Sa'id bin Muhafah. Dalam riwayat lain disebut bernama Ali bin Muwaffaq. Wallahu A'lam. Hampir semua tukang sol sepatu ditanya oleh Abdullah bin Mubarak, apakah ada tukang sol sepatu yang namanya Sa'id bin Muhafah. "Ada, di tepi kota," jawab salah seorang sol sepatu sambil menunjukkan arahnya.
Sesampai di sana, ulama itu menemukan tukang sepatu yang berpakaian lusuh. "Benarkah Anda bernama Sa'id Bin Muhafah?" tanya Ulama itu. "Betul, siapa Tuan?" "Aku Abdullah Bin Mubarak ." Sa'id pun terharu. "Bapak adalah ulama terkenal, ada apa gerangan mendatangi saya?" Abdullah Mubarak pun kebingungan, dari mana Beliau memulai pertanyaannya, akhirnya Beliau menceritakan perihal mimpinya. "Saya ingin tahu, adakah sesuatu yang telah Anda perbuat, sehingga Anda berhak mendapatkan pahala Haji Mabrur?" "Wah, saya sendiri tidak tahu Tuan!"
"Coba ceritakan bagaimana kehidupan Anda selama ini". Maka Sa'id bin Muhafah bercerita. "Setiap tahun, setiap musim Haji, aku selalu mendengar: "Labbaika Allahumma labbaika. Labbaika la syarika laka labbaika. Innal hamda wanni'mata laka wal mulka. Laa syarika laka". (Ya Allah, aku datang karena panggilan Mu.Tiada sekutu bagi Mu. Segala nikmat dan puji adalah kepunyan Mu dan kekuasaan Mu. Tiada sekutu bagi Mu). Setiap kali aku mendengar kalimat itu, aku selalu menangis. "Ya Allah, aku rindu Makkah. Ya Allah aku rindu melihat Ka'bah. Izinkan aku datang, Izinkan aku datang ya Allah."
Sejak puluhan tahun lalu setiap hari saya menyisihkan uang dari hasil kerja saya sebagai tukang sol sepatu. Sedikit demi sedikit saya kumpulkan. Akhirnya pada tahun ini, saya punya 350 Dirham, cukup bekal untuk saya berhaji. "Saya sudah siap berhaji." "Tapi Anda batal berangkat haji?" tanya Abdullah Mubarak. "Benar" "Apa yang terjadi?" "Istri saya hamil, dan sering ngidam. Waktu saya hendak berangkat saat itu dia ngidam berat." "Suami ku, engkau mencium bau masakan yang nikmat ini? "Iya sayang." "Cobalah engkau cari, siapa yang masak sehingga baunya nikmat begini. Mintalah sedikit untukku."
"Saya pun mencari sumber bau masakan itu. Ternyata berasal dari gubuk yang hampir roboh. Di situ ada seorang janda dan enam anaknya. Saya bilang padanya bahwa istri saya ingin masakan yang ia masak, meskipun sedikit." Janda itu diam saja memandang saya, sehingga saya mengulangi perkataan saya. Akhirnya dengan perlahan ia mengatakan: "Tidak boleh tuan. Dijual berapapun akan saya beli!" "Makanan itu tidak dijual, tuan," katanya sambil berlinang mata. Akhirnya saya tanya kenapa? Sambil menangis, janda itu berkata: "Daging ini halal untuk kami dan haram untuk Tuan," kata janda itu.
Dalam hati saya: "Bagaimana ada makanan yang halal untuk dia, tetapi haram untuk saya, padahal kita sama-sama muslim? Karena itu saya mendesaknya lagi: "Kenapa?" Sudah beberapa hari ini kami tidak makan. Di rumah tidak ada makanan. Hari ini kami melihat keledai mati, lalu kami ambil sebagian dagingnya untuk dimasak. "Bagi kami daging ini adalah halal, karena andai kami tak memakannya kami akan mati kelaparan. Namun bagi Tuan, daging ini haram".
Mendengar ucapan itu, Sa'id si tukang sol sepatu menangis, lalu pulang ke rumahnya dan menceritakan kejadian itu kepada istrinya. Istrinya pun ikut menangis. Akhirnya mereka memasak makanan dan mendatangi rumah janda itu. "Ini makanan untukmu." Uang untuk bekal Haji 350 Dirham pun saya berikan kepada mereka. "Pakailah uang ini untukmu sekeluarga. Gunakan untuk usaha, agar engkau tidak kelaparan lagi. Mendengar cerita tersebut, Abdullah bin Mubarak tak kuasa menahan air mata. "Kalau begitu engkau memang patut mendapatkannya." Demikian kisah hamba Allah yang menyedekahkan uang hajinya untuk fakir miskin di sekitarnya. Sebagai gantinya, Allah memerintahkan Malaikat untuk menggantikan ibadah hajinya dan mengangkat amalan seluruh jamaah yang ikut berhaji.
Editor : Arif Handono