SIDOARJO, iNewsMadiun - Nikah massal dengan calon pasangan sesuai tambatan hati mungkin sudah umum dan biasa kita temui. Namun bagaimana jika nikah massal tanpa tahu siapa calon pasangannya? Hal itu terjadi di sebuah Pondok Pesantren Darul Falah Pusat, Krian, Sidoarjo, Jawa Timur yang memiliki tradisi unik menikahkan santri dan satriwatinya.
Calon pasangan ditentukan oleh pengasuh pondok pada hari pelaksanaan tanpa diketahui santri dan satriwati yang akan menikah. Menjelang nikah massal, sekitar 44 santri dan santriwati tampak siap dinikahkan oleh pengasuh pondok. Meski mereka berada di dalam satu lingkungan pondok pesantren, namun mereka tidak tahu, siapa calon pasangan hidupnya karena tergantung dari keputusan pengasuh pondok.
Dalam nikah massal yang digelar akhir pekan lalu ini, tercatat ada 22 pasangan santri santriwati yang dinikahkan secara massal di dalam pondok. Karena unik, nikah massal 22 pasangan santri-santriwati Pondok Pesantren Darul Falah pusat di Krian, Sidoarjo ini viral di media sosial.
Meski mereka dijodohkan oleh pihak pengasuh, namun sebelum dilakukan prosesi pernikahan para calon mempelai ini sudah melakukan perjanjian dengan pihak pengasuh pondok. Sehingga mau tidak mau mereka wajib menerima keputusan pengasuh pondok yang menjodohkan mereka. Keputusan menjodohkan yang dilakukan pengasuh pondok pesantren telah melalui proses istikharoh. Nikah massal tanpa mengetahui jodohnya ini merupakan tradisi pondok yang sudah berlangsung sejak 1992 silam yang dilakukan 3 tahun sekali.
Tradisi ini sebagai upaya untuk menambah keluarga besar pondok untuk kemudian ditempatkan di sejumlah cabang pondok yang ada di sejumlah daerah di Indonesia. Tak sedikit santri santriwati yang akhirnya bahagia dan bertambah rejeki setelah menikah sesuai dengan perjodohan yang dilakukan oleh pihak pengasuh pondok. "Syarat usia, mereka sudah 21 tahun ke atas atau tidak di bawah umur.Keluarga masing-masing mengurus surat masing-masing ke KUA Krian, surat-surat sudah lengkap," kata Ketua Yayasan Pondok Pesantren Darul Falah, Saiful Bahri, Selasa (31/5/2022).
Tradisi nikah ini dimulai apda 1992 silam. Awalnya tiga tahun sekali. Tapi setelah 1997 menjadi lima tahun sekali. Kalau yang terakhir ini sebanyak 22 pasangan. "Alhamdulillah dari semuanya tahu siapa jodohnya (suami atau istrinya) pas pada waktu hari H. Mereka enggak protes dan semuanya alhamdulillah bisa langgeng membina keluarga dengan baik," ungkapnya.
Mereka akan dibina di asrama calon dai dan kemudian dikirim untuk memimpin cabang pesantren yang tersebar di 178 lokasi di Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Samsul Huda, mantan santri yang dinikahkan pada 1997 menuturkan, saat itu dirinya dipanggil oleh Mbah Yai Iskandar pada bakda sholat Ashar.
"Kamu saya ikutkan nikah massal bagaimana? Spontanitas saya bilang iya. Tetapi saya mbah Yai tidak langsung belum diterima. Saya diberi waktu tiga hari untuk memikirkan," tuturnya. "Saya tidak tahu siapa calonnya. Karena memang peraturannya begitu di sini," ujarnya. "Alhamdulillah saya di tempatkan memimpin Darul Falah cabang 31.
"Alhamdulillah lebih dari bahagia. Saya sudah miliki dua rumah pribadi. Saya sama sekali enggak kenal sama istri saya. Saya Madura dan istri saya Gresik," ungkapnya. Setelah dinikahkan massal, puluhan pasangan santri santriwati yang baru nikah ini diberi kesempatan untuk pulang meninggalkan pondok pesantren selama dua minggu. Mereka kemudian diwajibkan kembali ke pondok untuk mengikuti pendidikan tambahan menjadi da’i yang siap melakukan syiar agama di pondok pesantren cabang yang ada disejumlah daerah di Indonesia.
Editor : Arif Handono