TKD Magetan Turun 2026, Tunjangan Aparatur Desa Terancam Hilang, Tunjangan DPRD tetap Tinggi?
MAGETAN,iNewsMadiun.id - Seperti halnya daerah lain, Kabupaten Magetan juga menghadapi tantangan keuangan yang signifikan setelah adanya penurunan dana Transfer Keuangan Daerah (TKD) dari pemerintah pusat. Meskipun tidak ada perubahan kebijakan, Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) mengalami penurunan yang cukup besar.
Berdasarkan data dari laman kementerian keuangan https://djpk.kemenkeu.go.id/wp-content/uploads/2025/09/Rincian-Alokasi-DDIOKK-TA-2026.pdf DD Magetan tahun 2026 diperkirakan mencapai Rp160.278.330.000, turun Rp28.044.515.000 dari tahun sebelumnya. Sementara itu, ADD tahun 2026 diperkirakan mencapai Rp88.459.946.200, turun Rp9.067.210.500 dari tahun sebelumnya.
Menurut pengamat kebijakan publik Dimyati Dahlan, ada konsekuensi besar atas dipangkasnya TKD hingga kisaran Rp157 miliar ke Kabupaten Magetan, khususnya ke aparatur desa. Penurunan ini diperparah dengan implementasi Permendes No. 2 Tahun 2024 tentang implementasi 20% DD untuk Ketahanan Pangan dan Permendes No. 10 Tahun 2025 tentang 30% untuk Pembiayaan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP).
"Akibatnya, 50% Dana Desa keluar dari sistem penghitungan 70/30 sebagaimana ketentuan PP 11 Tahun 2019. Hal ini berpotensi menghilangkan tunjangan Kepala Desa dan Perangkat Desa serta berkurangnya kemampuan 30% membayar penghasilan tetap Kepala Desa di Kabupaten Magetan," ucap Dimyati usai menjadi pemateri bimtek anggota Badan Perwakilan Desa, di Sarangan, Magetan, Minggu (26/10/2025).
Sebagai gambaran, Dimyati lalu mengandaikan jika dana desa se-Kabupaten Magetan itu dibagi rata 207 desa yang ada, maka setiap desa akan mendapatkan sekitar Rp388 juta. Begitu juga dengan ADDnya berkisar Rp427,4 juta jika dibagi rata.
"Kalau mengacu pada Permendes nomor 2 tahun 2024 dan Permendes nomor 10 tahun 2025, dana desa kisaran Rp388 juta itu 50 persennya untuk BUMDes dan KDMP. Praktis tinggal Rp194 juta. Ditambah ADD yang bersumber dari APBD sekitar Rp427,4 juta, sehingga total APBDes berkisar Rp621,4 juta. Jika desa punya potensi PADes yg tinggi, mungkin bisa mencapai Rp750 juta APBDesnya di tahun 2026," terangnya.
Sebagai pengamat kebijakan publik, Dimyati memberi sinyal bahwa tunjangan aparatur desa di Magetan berpotensi hilang. Bahkan tidak hanya itu, penghasilan tetap sebagaimana diamanatkan dalam PP nomor 11 Tahun 2019, minimal setara 2A sebesar Rp2.184.000 bisa tak tercapai utuh untuk perangkat desa. Begitu juga dengan Badan Perwakilan Daerah (BPD) tidak menutup kemungkinan mengalami hal serupa.
"Misalnya Belanja Desa yang tertuang dalam APBDes tinggal Rp750 juta, maka 30 persennya adalah Rp250 juta. Sedangkan Kebutuhan penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa kisaran Rp 350 juta setiap tahun. Apakah cukup angka itu untuk membayar penghasilan tetap aparatur desa, dan BPD. Apalagi untuk tunjangan. Kemungkinan ini tidak di Magetan saja, tapi berbagai daerah lain juga hampir sama," jelasnya.
Pria yang juga terkenal sebagai aktivis anti korupsi itu kemudian membandingkan dengan berbagai tunjangan yang dinikmati anggota DPRD Kabupaten Magetan. Ia menambahkan, disaat penghasilan tetap aparatur desa berpotensi berkurang dan tunjangannya hilang, DPRD tetap menikmati berbagai tunjangan dengan nilai fantastis.
"Di tengah kondisi keuangan tahun 2026, baik APBD maupun APBDes, ketimpangan cukup jauh bisa terjadi antara aparatur desa dan anggota DPRD. Jika aparatur desa tunjangannya berpotensi hilang dan siltap potensi berkurang, DPRD Magetan justru masih dimungkinkan menikmati tunjangan perumahan setiap bulan senilai Rp11 juta untuk anggota, wakil ketua Rp 16,5 juta dan Rp 23,1 juta untuk ketua. Sebagaimana Ketentuan PP 18 tahun 2017 tunjangan Ini bukan wajib tapi dapat hukumnya. Angka tersebut belum termasuk tunjangan komunikasi, transportasi dan biaya operasional. Njeglek," tegas Dimyati dengan nada tinggi.
Dimyati menjelaskan bahwa kondisi kemampuan keuangan daerah Magetan masuk kategori sedang. Sayangnya anggota DPRD hingga pimpinan mengambil tunjangan mengunakan batas atas maksimal. Kondisi tersebut berbeda ketika mereka memberikan ke masyarakat, seperti ADD yang mengunakan batas minimal.
Untuk itu Dimyati, menyarankan agar DPRD Magetan bersikap bijak dalam menghadapi situasi ini. Ia berharap DPRD dapat mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dan memberikan perhatian lebih pada aparatur desa yang berhak.
"Minimal PP 11/2019 Harus dipenuhi dan tidak melanggar ketentuan Pasal 100," ungkapnya.
Lebih dalam, Dimyati mengingatkan bahwa berdasar PP No. 18 Tahun 2017, besaran tunjangan pimpinan anggota DPRD berpotensi memenuhi unsur tindak pidana korupsi.
"Tunjangan tersebut sifatnya tidak wajib. Unsur tindak pidana korupsi menguntungkan diri sendiri, memperkaya diri sendiri bisa terpenuhi. Melanggar hukumnya tidak wajar. Di Kabupaten Magetan tidak mungkin di temukan nilai kontrak rumah sebesar Rp23 juta perbulan atau sekitar Rp276 juta pertahun. Sedang anggota Rp11 juta per bulan atau Rp132 juta perbulan. Maka bukti pertanggungjawaban mereka dapat dipasti bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang ada. Hati-hati," tegas Dimyati mewanti-wanti.
Editor : Arif Wahyu Efendi