MALANG, iNewsMadiun.id - Karena alasan kendaraan yang dikemudikan tak sesuai lebih kecil dibandingkan standar muatan yang dibawa. Sopir truk logistik mengaku kerap kali dimintai uang oleh oknum kepolisian dan dinas perhubungan (dishub).
Pengakuan itu disampaikan para sopir saat menyampaikan protes terkait aturan ODOL di di Kantor Dishub UPT Prasarana Perhubungan LLAJ Malang di Karanglo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jumat (11/3/2022). Mereka mengaku kerap dijadikan objek pungli oleh polisi maupun petugas dishun gegara muatannya.
Hendra Mandra, koordinator aksi sopir Malang raya mengakui adanya pungutan liar berkedok penilangan, karena muatan yang melebihi muatan di beberapa daerah, baik jalan tol maupun non-tol. Biasanya uang pungutan itu diminta dengan kode uang kopi senilai rata-rata Rp50.000
"Sebenarnya sekali jalan kalau sudah satu kali tilangan nggak bisa ditilang lagi. Mungkin oknum sebagian yang minta uang kopi. Kalau sedikit nggak apa-apa, kalau banyak ya susah," kata Hendra, ditemui MNC Portal saat aksi mogok sopir truk se-Malang Raya, Jumat (11/3/2022).
Dia menceritakan, bila sekali jalan mengirim sayuran dari Kota Batu ke Jakarta, pernah beberapa kali dimintai uang kopi. Pasalnya petugas menilai muatannya melebihi kapasitas kendaraan yang ditentukan. Bila dikalikan sekali dimintai uang Rp 50 ribu, maka selama perjalanan dari Kota Batu ke Jakarta, bisa mencapai Rp 500 ribu memberikan uang kopi kepada oknum kepolisian maupun petugas Dishub.
"Rata-rata Rp50.000 sekali, jalan dari Kota Batu ke Jakarta, misalnya kita satu kena tilang, jalan ketemu lagi, jembatan tilang lagi, kita dimintai uang kopi Rp50.000 itu. Tapi dikalikan itu setiap hari, makanya habis," katanya.
Maka ia meminta adanya penghapusan aturan over dimension over loading (ODOL) di kendaraan logistik yang beroperasi di jalan raya. Sebab selama ini sopir truk dan sopir ekspedisi terpaksa merugi akibat ulah oknum - oknum kepolisian dan dishub yang meminta jatah uang kopi.
"Pemilik barang selama ini nggak mau membantu, hanya kepada driver-nya saja dengan tilang, pemilik barang nggak mau membantu untuk biaya denda dan lain-lain. Kita penilangannya kalau dari Malang di Malang nggak, kadang ditilang di Jawa Barat, di Jawa Tengah biayanya banyak," katanya.
Sementara itu Nasirin, sopir truk warga Karangploso Malang menyebut, para sopir truk yang kendaraannya melebihi muatan kerap kali menjadi sasaran empuk saat berada di luar kota. Ia mencontohkan truk miliknya yang memiliki plat nopol KT dari Kalimantan Timur, ketika melintas daerah di luar plat Nopol itu, kerap kali menjadi objek tilang oknum kepolisian dan dishub.
"Padahal biasanya kita sudah kena tilang, tapi kita masih kena lagi. Jadi terpaksa ngasih Rp 50 ribu rata-rata, pernah sekali jalan dari Malang sampai (Pelabuhan Tanjung) Perak Surabaya itu totalnya Rp 400 ribu, di sini Karanglo kena, di Pandaan kena lagi, masuk Gempol kena lagi, sampai Perak total Rp 400.000 ngasih uang," ujarnya.
Pengemudi truk lainnya Adi mengatakan, kelebihan muatan barang kerap menjadi sasaran empuk pasca aturan zero ODOL dicanangkan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Alhasil selain harus mempersiapkan ongkos bensin, tak jarang sopir harus menyiapkan ongkos untuk uang kopi kepada oknum polisi dan dishub.
"Makanya kita minta dikaji ulang aturan zero ODOL itu, kita ini belum jadi negara maju. Aksi ini karena itu (menuntut penghapusan aturan ODOL), kalau nggak pernah kena (tilang) nggak ada aksi ini. Bayangin kita parkir di rumah makan kena, timbangan yang tutup kena, di tol yang bebas hambatan juga kena kan susah," katanya.
Sebagai informasi ratusan sopir truk se-Malang raya melakukan aksi mogok dan demonstrasi di kantor Dinas Perhubungan Jatim UPT Prasarana Perhubungan di Karanglo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Aksi yang berlangsung sejak Jumat (11/3/2022) pagi hingga sore ini sempat membuat macet arus lalu lintas di Jalan Raya Malang Surabaya, sebab ratusan truk yang aksi meluber hingga ke jalan raya dan menutup setengah lebih badan jalan. iNews Madiun
Editor : Arif Handono