SURABAYA, iNewsMadiun.id - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengusulkan Desa Parengan, Kecamatan Maduran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur sebagai Desa Devisa ke Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Usulan ini dikarenakan Tenun ikat dan kain songket parengan tembus pasar global.
"Produk unggulan desa ini adalah tenun ikat dan kain songket. Dan ini diproduksi oleh penduduk desa ini," kata Khofifah usai mengunjungi Butik Kerajinan Tenun Ikat Paradila di Desa Parengan, Maduran Lamongan, Minggu (6/3/2022).
Sebagai informasi, kerajinan tenun ikat di Desa Parengan dikenal dengan nama tenun ikat Parengan. Tenun Ikat Parengan ini dibuat langsung di sentra industri yang bernama Paradila. Selain tenun ikat, Butik Paradila ini juga menyediakan tenun ikat doby, tenun ikat doby tiker, songket sido, songket payet, songket ancak, dan tenun ikat spesial.
Butik Paradila telah berdiri sejak 1989 dan menaungi warga Desa Parengan dan sekitarnya untuk menjaga kelestarian tenun ikat di Lamongan.
"Desa Parengan ini patut untuk diusulkan menjadi desa devisa. Pasalnya, beberapa kriteria dari desa devisa sudah ada di Desa Parengan ini. Termasuk menghasikan kerajinan tenun ikat," katanya.
Menurut Khofifah, tenun ikat Parengan memiliki ciri khas yaitu berbahan kain lebih halus dan tidak begitu tebal. Begitu juga dengan bahannya yang lebih lemas serta jatuh dan memberikan kesan dingin ketika dipakai.
Ini menjadi nilai lebih yang dimiliki tenun ikat Parengan. Khofifah pun mengagumi motif khas tenun ikat Parengan ini berupa 'gunungan' yang dibentuk menyerupai gapura. Motif tersebut melambangkan gunung mati di Lamongan yang dihidupkan kembali melalui tenun ikat Parengan.
Proses produksinya pun masih dibuat secara tradisional oleh warga sekitar. Meski hanya diproduksi di Lamongan, tenun ikat Parengan dari butik Paradila sudah menembus pasar internasional, di antaranya Somalia dan Timur Tengah. Tenun ikat Parengan ini memang hanya bisa ditemui di Lamongan, jelas Khofifah.
Menurut Khofifah, dengan menyandang predikat sebagai desa devisa, maka daya saing produksi tenun ikat asal Desa Parengan akan semakin meningkat. Mengingat, program desa devisa ini salah satunya memberikan pendampingan dan pengembangan kapasitas pelaku usaha berorientasi ekspor.
"Program desa devisa ini akan mendorong produk asal desa masuk ke rantai pasok global. Pada akhirnya, ekonomi masyarakat akan meningkat dan kesejahteraan akan turut mengikutinya," ujarnya.
Di Desa Parengan terdapat sebanyak 52 unit usaha tenun ikat dengan total pekerja mencapai 2.700 orang. Adapun kapasitas produksi per bulan mencapai 3.000 potong kain tenun dan 20.000 lembar sarung. "Selama ini tenun ikat Lamongan ini telah melakukan ekspor sarung (sarung ikat) ke Somalia dan Timur Tengah melalui eksportir di Surabaya," ujarnya.
Nujum, istri dari Miftakhul Khoiri pemilik butik Paradila mengatakan bahwa ada 4 sampai 7 orang pekerja yang menenun di butik Paradila. Sementara yang lain tersebar di rumah masing- masing seluruh desa Parengan. Dia juga mengatakan bahwa 1 orang pekerja hanya memiliki 1 keahlian.
Sementara dalam setiap kain yang diproduksi membutuhkan 14 tahapan produksi. Harganya dikisaran Rp150.000-Rp225.000 untuk satu helai tenun ikat. Kemudian ikat dobi dengan harga Rp225.000 dan untuk jenis songket harganya berkisar Rp350.000-Rp750.000. "Sementara ini pasarnya sudah sampai Timur Tengah. Hanya kita dibantu eksportir di Surabaya untuk bisa menjual sampai disana, biayanya tidak mencukupi kalau harus sendiri," ucapnya.
Untuk proses membuat kain tenun ikat sekitar 4 jam satu lembar, kata dia, sehari bisa menghasilkan 2 kain tenun ikat per satu orang pekerja. Untuk kain songket sendiri prosesnya bisa satu hari sendiri. "Sehingga per harinya hanya satu kain songket per pekerja," ucap Nujum. iNews Madiun
Editor : Arif Handono