MALANG, iNewsMadiun.id - Subhan, Komandan Pangkalan Udara Abdulrahman Saleh di Malang, menjadi satu dari empat korban kecelakaan pesawat TNI Angkatan Udara di Gunung Bromo, Kamis (16/11/2023). Dia dikenal karena dedikasinya, khususnya dalam memimpin misi suci bantuan kemanusiaan ke Gaza, Palestina, pada awal November lalu. Subhan bertanggung jawab pengiriman melalui Bandara El Arish di Sinai, Mesir, kemudian ditujukan untuk Gaza.
Supriyanto, adik laki-laki Subhan, menuturukan kehidupan kakaknya selama bertugas di Angkatan Udara. Awalnya, keluarga besar mereka, termasuk dirinya, khawatir dengan misi Subhan ke Palestina. Namun, Subhan berusaha meyakinkan keluarga, termasuk ibu mereka.
"Kami khawatir dan terus meminta pembaruan, tapi dia mengatakan mereka akan mendarat di Mesir karena jika mereka pergi ke Palestina, mungkin mereka akan dicegat oleh Israel. Jadi, mereka mendarat di Mesir," kata Supriyanto setelah pemakaman di TMP Surapati, Malang, pada hari Jumat (17 November 2023). Menurut Supriyanto, kakaknya adalah seseorang yang tidak pernah menolak tugas dan selalu profesional. Dia bahkan menyebutkan bahwa Subhan dijadwalkan untuk dipromosikan menjadi Marsekal Udara (Marsma) dan dipindahkan ke Makassar pada tanggal 1 Desember 2023.
"Dia selalu menjalankan tugasnya secara profesional, menunjukkan dedikasi dan pelayanan terbaik. Dia seharusnya dipromosikan pada tanggal 1 Desember dan dipindahkan ke Makassar. Itulah yang dia katakan sebelum pergi ke Makassar; dia berencana untuk pindah," jelas Supriyanto. Keluarga berencana untuk bertemu di Yogyakarta pada akhir November 2023 karena putra tertua Subhan akan lulus dari Akademi Militer pada tanggal 27 November 2023.
"Kami berencana bertemu di Jogja pada tanggal 27 karena anaknya akan lulus dari Akademi Militer di Candra Dimuka. Putra tertuanya akan lulus, masuk Akademi Angkatan Udara; itu masih bagian dari Akademi Militer. Tanggal 27 November," tambahnya.
Supriyanto, yang berusia 46 tahun, merasa ada firasat tentang kakaknya. Subhan telah memberikan pakaian putih kepada saudara ipar dari adiknya, yang seharusnya milik Subhan. Namun, karena tidak muat, pakaian tersebut diberikan kepada saudara ipar tersebut. Kemudian, keluarga menyadari bahwa pakaian putih itu memiliki tulisan "Super Tucano," mirip dengan pesawat yang menyebabkan kematian Subhan.
Supriyanto percaya bahwa insiden ini adalah pertanda buruk beberapa minggu sebelum kejadian tragis menimpa kakaknya. "Keluarga diberi pakaian putih. Seharusnya itu untuk Subhan, tapi tidak muat, jadi diberikan kepada saudara ipar. Setelah mendengar tentang kejadian kemarin, kami menyadari bahwa pakaian putih itu bertuliskan 'Super Tucano'," katanya.
Sementara itu, Santini, ibu Subhan, menyebut bahwa anaknya telah berpamitan sebelum pergi ke Yogyakarta untuk menemani anak tertuanya yang akan lulus sebagai taruna di Akademi Militer. Subhan telah menyebut tentang tugas di luar negeri namun tidak secara khusus menyebut Palestina untuk menghindari kekhawatiran.
"Dia mengatakan mungkin dia harus terbang untuk sebuah tugas tetapi tidak menyebutkan itu ke Palestina. Dia tidak berpamitan sebelum penerbangan terakhir ini. Dia hanya menyebutkan bahwa dia akan mengantar anaknya untuk penugasan taruna," kata Santini, seorang wanita berusia 73 tahun.
Editor : Arif Handono