JAKARTA, iNewsMadiun.id - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin menyebut, awal Ramadhan antara Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhamadiyah kemungkinan besar sama yakni pada 23 Maret 2023. Namun untuk penetapan hari raya Idul Fitri kemungkinan besar akan berbeda. Kesamaan dan perbedaan tersebut didasarkan pada Kriteria Wujudul Hilal yang digunakan Muhammadiyah serta Imkan Rukyat (visibilitas hilal) yang digunakan Nahdlatul Ulama (NU) dan beberapa ormas lain.
"Penentuan awal bulan memerlukan kriteria agar bisa disepakati bersama. Rukyat memerlukan verifikasi kriteria untuk menghindari kemungkinan rukyat keliru. Hisab tidak bisa menentukan masuknya awal bulan tanpa adanya kriteria. Sehingga kriteria menjadi dasar pembuatan kalender berbasis hisab yang dapat digunakan dalam prakiraan rukyat," ungkap Thomas dikutip dari website resmi BRIN, Kamis (9/3/2023).
Dia menjelaskan, kriteria hilal yang diadopsi adalah kriteria berdasarkan pada dalil syar'i (hukum agama) tentang awal bulan dan hasil kajian astronomis yang sahih. Kriteria itu harus mengupayakan titik temu pengamal rukyat dan pengamal hisab, untuk menjadi kesepakatan bersama. Termasuk Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS). Ada potensi kesamaan awal Ramadhan.
"Apabila saat maghrib 22 Maret 2023 di Indonesia posisi bulan sudah memenuhi kriteria baru MABIMS, dengan tinggi minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat [3-6,4] (wilayah arsir hijau pada gambar atas) dan sudah memenuhi kriteria Wujudul Hilal [WH] (antara arsir putih pada gambar bawah). Jadi seragam versi [3-6,4] dan [WH] bahwa 1 Ramadhan 1444 pada 23 Maret 2023," kata Thomas.
Di sisi lain, Thomas menyebut ada potensi perbedaan penetapan Idul Fitri 1444. Hal ini disebabkan karena pada saat maghrib 20 April 2023, ada potensi di Indonesia posisi bulan belum memenuhi kriteria baru MABIMS, yaitu tinggi minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat [3-6,4] (wilayah arsir hijau pada gambar atas).
Namun sudah memenuhi kriteria wujudul hilal [WH] yang ditunjukkan pada antara arsir putih dan arsip merah pada gambar bawah. Jadi ada potensi perbedaan: Versi [3-6,4] 1 Syawal 1444 pada 22 April 2023, tetapi versi [WH] 1 Syawal 1444 pada 21 April 2023.
Sebab utama terjadinya perbedaan penentuan awal Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha yang terus berulang karena belum disepakatinya kriteria awal bulan hijriyah. Prasyarat utama untuk terwujudnya unifikasi kalender hijriyah, harus ada otoritas tunggal. Otoritas tunggal akan menentukan kriteria dan batas tanggalnya yang dapat diikuti bersama.
Sedangkan kondisi saat ini, otoritas tunggal mungkin bisa diwujudkan dulu di tingkat nasional atau regional. Penentuan ini mengacu pada batas wilayah sebagai satu wilayah hukum (wilayatul hukmi) sesuai batas kedaulatan negara. "Kriteria diupayakan untuk disepakati Bersama," tuturnya.
Editor : Arif Handono