JAKARTA, iNewsMadiun.id - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil dan Makmur (PRIMA) terkait Pemilu 2024. Putusan tersebut berujung pada perintah kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda pelaksanaan pemilu 2024. Tiga fakta terungkap dalam putusan PN Jakarta Pusat.
1. PN Jakpus Tolak Dikatakan Menunda Pemilu
Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Zulkifli Atjo menjelaskan putusan gugatan perkara tersebut nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Menurut dia, majelis hakim PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Prima. Pihak tergugat yakni KPU diminta untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024. "Jadi pada prinsipnya putusan itu dikabulkan, bunyinya itu menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilihan umum 2024 sejak putusan diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan dan 7 hari," kata Zulkifli, Kamis (2/3/2023).
Zulkifli mengatakan tidak ada bahasa penundaan pemilu dalam putusan tersebut. Yang ada PN Jakpus hanya memerintahkan pihak tergugat yakni KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilihan umum 2024. "Tidak mengatakan menunda pemilu ya, tidak. Cuma itu bunyi putusannya seperti itu. Menurut saya, itu menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilihan umum 2024," ucapnya.
Sekadar informasi, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan KPU melakukan perbuatan melawan hukum. KPU diminta untuk menghentikan sisa tahapan pemilihan umum 2024 hingga Juli 2025. KPU juga diminta untuk membayar ganti rugi materiil sebesar Rp500 juta kepada Partai PRIMA. Dalam gugatannya, Partai PRIMA merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan lewat Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu. Akibat verifikasi KPU tersebut, Partai PRIMA dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
2. KPU RI Banding
KPU pun menegaskan bakal tetap melanjutkan tahapan dan jadwal pemilu. Ketua KPU Hasyim Asy'ari pada, Kamis (2/3/2023) malam, menegaskan, "KPU tetap akan menjalankan tahapan Pemilu 2024 karena tahapan dan jadwal Pemilu 2024 dituangkan dalam produk hukum PKPU. Nah, putusan ini tidak menyasar PKPU Nomor 3 tahun 2022 sehingga dasar hukum jadwal dan tahapan tetap sah dan punya kekuatan hukum mengikat".Hasyim menjelaskan, alasan kedua yaitu KPU pernah mengajukan perlawanan dengan menjawab gugatan. Kewenangan menguji PKPU berada di Pengadilan Tata Usaha Negara.
"Pernah diuji PTUN dan tidak dapat diterima. Sehingga keputusan KPU tentang penetapan parpol peserta masih berlaku sah dan berkekuatan hukum mengikat, status parpol mana saja yang jadi peserta pemilu tak ada perubahan," tuturnya. Ketua Divisi Teknis KPU Idham Kholik mengatakan KPU menolak keras putusan tersebut. "KPU akan banding atas putusan PN Jakpus tersebut. KPU tegas menolak putusan PN Jakpus tersebut dan mengajukan banding," katanya.
3. Sensasi Berlebihan
Menko Polhukam Mahfud MD angkat bicara soal putusan penundaan tahapan Pemilu 2024 yang dikeluarkan PN Jakpus. "PN Jakpus membuat sensasi yang berlebihan. Masak KPU divonis kalah atas gugatan sebuah partai dalam perkara perdata oleh PN," tulis Mahfud MD melalui akun resmi media sosialnya, Kamis (2/3/2023).
Dia menegaskan vonis itu bisa disebut salah melalui logika sederhana. "(Putusan ini) Mudah dipatahkan tapi vonis ini bisa memancing kontroversi yang bisa mengganggu konsentrasi. Bisa saja nanti ada yang mempolitisasi seakan-akan putusan itu benar," ujarnya.
Dia pun mendukung KPU untuk habis-habisan melakukan banding atas putusan tersebut. Mahfud yakin KPU bakal menang jika naik banding. "Saya mengajak KPU naik banding dan melawan habis-habisan secara hukum. Kalau secara logika hukum pasti lah KPU menang. Kenapa? Karena PN tidak punya wewenang untuk membuat vonis tersebut," ucapnya.
Mahfud pun membeberkan alasan hukumnya:
1. Sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu itu diatur tersendiri dalam hukum. Kompetensi atas sengketa pemilu bukan di Pengadilan Negeri. Sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses admintrasi yang memutus hrs Bawaslu tapi jika soal keputusan kepesertaan paling jauh hanya bisa digugat ke PTUN. Nah Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN. Itu lah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara. Adapun jika terjadi sengketa setelah pemungutan suara atau sengketa hasil pemilu maka menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK). Itu pakemnya. Tak ada kompetensinya Pengadilan Umum. Perbuatan melawan hukum secara perdata tak bisa dijadikan objek terhadap KPU dalam pelaksanaan pemilu.
2. Hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan oleh PN sebagai kasus perdata. Tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh PN. Menurut UU penundaan pemungutan suara dalam pemilu hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sebagai alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia. Misalnya, di daerah yang sedang ditimpa bencana alam yang menyebabkan pemungutan suara tak bisa dilakukan. Itu pun bukan berdasar vonis pengadilan tetapi menjadi wewenang KPU untuk menentukannya sampai waktu tertentu.
https://www.inews.id/news/nasional/penjelasan-lengkap-pn-jakpus-soal-putusan-penundaan-pemilu.
Editor : Arif Handono