Proses yang dijalaninya pun sangat panjang. Awalnya, air diperiksa setiap satu jam. Pemeriksaan ini dimulai dari sumber air hingga dimasukkan ke dalam botol kemasan. Setelah pengemasan, maka akan dikarantina selama lima hari untuk mendeteksi bakteri. Proses panjang inilah yang membuat Equil memiliki harga yang lebih mahal.
Demi menjaga kealamiannya, Equil mendirikan pabrik di dekat sumber mata air, yaitu di kaki Gunung Salak, Sukabumi, Jawa Barat.
Karena harus diambil secara alami, maka pabrik yang bernama Villa D’Equilibrium ini pun hanya mengambil air yang keluar dari mata air yang disediakan oleh alam saja. Dengan terbatasnya sumber air ini, tak heran jika pabrik seluas 1,1 hektare di atas tanah 10 hektare ini hanya dioperasikan oleh 45 orang.
Setelah mendapatkan sertifikasi dari BPOM, Equil mencoba ekspansi ke berbagai negara.
Namun, mereka harus memenuhi standar Codez Alimentarius yang telah dibuat oleh Organisasi Pangan dan Agrikultur Dunia (FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mendapatkan cap sebagai merek air mineral alami.
Setiap produk dari Equil haruslah lolos dari treatment dan perlakuan apa pun karena apabila terdeteksi dapat mengubah sifat fisika, radiologi, mikrobiologi, hingga kimia air, maka tidak akan mendapatkan cap sebagai air mineral alami.
Perjuangan Morgen membuahkan hasil, produknya dinyatakan lolos dan resmi dirilis. Sesaat setelah dirilis, Equil langsung mendapatkan perhatian khusus dari pasar Eropa.
Hingga saat ini, Equil masuk dalam daftar 13 air mineral termahal dunia yang bersaing dengan Bling H20 dari Amerika Serikat, Veen dari Bhutan, hingga SOMA dari Korea Selatan yang harganya mencapai ratusan ribu rupiah.
iNewsMadiun
Editor : Arif Handono