SURABAYA -iNewsMadiun. id Menjadi guru honorer bergaji jauh di bawah UMR tidak memutuskan harapan Wiwik Ernawati untuk bisa mewujudkan impian terbesar hidupnya.
Adalah menunaikan haji, ibu dari dua orang anak ini diketahui sudah menjadi guru honorer sejak tahun 2008.
Wiwik mengenang, saat itu ia hanya mendapatkan honor sebesar Rp24 ribu sebulan. Tentu gaji tersebut tidaklah sebanding dengan pengeluaran yang harus ia rogoh setiap harinya.
Pasalnya, jarak rumah menuju tempat ia bekerja tidaklah dekat, butuh waktu sekitar 40 menit dengan mengendarai sepeda motor.
"Setiap hari, saya harus menempuh sekitar 50 km di daerah pegunungan untuk bisa sampai di tempat saya mengajar, di daerah Pacet," tutur jamaah haji yang tergabung dalam kelompok terbang (kloter) 34 Embarkasi Surabaya ini, Rabu
Putri dari penjaga sekolah SD di daerah Mojokerto ini lantas menuturkan, ia mendaftar haji pada tahun 2011, tepat sebulan setelah melangsungkan pernikahan. Atas kesepakatan dengan sang suami, uang amplop pernikahan yang ia dapatkan, ditambah tabungan yang ada, ia gunakan untuk membayar pendaftaran ibadah haji.
"Alhamdulillah, karena tekad saya sudah kuat, dapat uang buwuhan saya gunakan untuk daftar haji," ujar jemaah haji yang berangkat sendiri tanpa didampingi suami.
Seiring berjalannya waktu, gaji yang diperoleh Wiwik pun beranjak naik. Meski honor yang ia peroleh masih jauh dari kata cukup, guru yang belum mendapatkan sertifikasi non PNS hingga 14 tahun pengabdiannya ini masih bisa bersyukur.
Menurut wanita kelahiran Mojokerto 39 tahun silam ini, menjadi guru tidak tetap (GTT) mungkin secara finansial tidak menjanjikan tetapi dia meyakini jika keberkahan dari mengajar salah satunya bisa membawanya ke tanah suci.
"Kalau dilihat dari sisi untung ruginya, mungkin ndak mau jadi GTT ya. Gaji segitu, Rp450.000 sebulan belum termasuk bensin, makan. Tetapi yang kita lihat adalah keberkahannya," tuturnya.
Jamaah haji yang berdomisili di Dusun Mejero, Desa Jumeneng Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto ini lantas menceritakan kesehariannya. Tiap hari, ia harus membantu mengantar orang tuanya berjualan jajanan di pasar.
"Biasanya kami berangkat dari rumah pukul 01.00 WIB dini hari dan pulang ke rumah pukul 06.00 pagi. Pagi mengajar, malam membantu orang tua jualan semua saya lakukan dengan ikhlas karena memang hidup butuh perjuangan," tuturnya.
Dia mengungkapkan, sampai sekarang, masih banyak yang tak menyangka GTT bisa naik haji.
"Teman-teman saya di grup WA GTT sangat bersyukur, seorang GTT seperti saya bisa naik haji. Rekan-rekan di sekolah yang PNS juga salut atas keberangkatan saya ini karena banyak yang meskipun sudah PNS tapi daftar saja belum," tuturnya. iNewsMadiun
Editor : Arif Handono