Tetapkan Kades Sebagai Tersangka Korupsi, Kejari Madiun Langgar MoU Jaksa Agung-Mendagri-Kapolri ?
MADIUN,iNewsMadiun.id - Tim advokasi rakyat menyoroti penetapan tersangka Kepala Desa Sukosari, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun, Kusno sebagai tersangka dugaan korupsi pembangunan kolam renang.
Langkah Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Madiun dalam menetapkan Kusno sebagai tersangka tersebut dinilai tidak tepat dan cenderung melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
Meski bukan menjadi Tim pengacara Kusno, tim advokasi rakyat yang saat ini menjadi penasehat hukum Jaelono, tersangka lain dalam dugaan kasus serupa, merasa ikut prihatin.
Juru bicara tim advokasi rakyat, Sumadi menyatakan, penetapan tersebut memperlihatkan kualitas penegakan hukum yang lemah. Pasalnya, Kejari Madiun tidak mampu menjelaskan secara konkret peran para tersangka dalam perkara tersebut, termasuk Kusno.
“Nilai kerugian negara pun belum dihitung oleh lembaga yang berwenang secara konstitusional, seperti BPK. Kejaksaan justru menghitung sendiri, lalu menetapkan tersangka berdasarkan perhitungan internal mereka," beber Sumadi, Rabu (13/8/2025).
Ia menilai, hal tersebut bertentangan dengan azas praduga tidak bersalah yang seharusnya dijunjung tinggi oleh aparat penegak hukum. Apa lagi saat penetapan tersangka beberapa waktu lalu sudah banyak dimuat media.
"Ini jelas bertentangan dengan asas praduga tak bersalah dan berpotensi menjadi trial by the press, karena sudah termuat berbagai media,” ujarnya, Rabu (13/8/2025).
Sumadi juga menilai penerapan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tipikor dalam kasus ini prematur. Karena belum ada perhitungan final dari BPK, seperti yang ditegaskan oleh mahkamah konsitusi.
“Penetapan tersangka seperti ini mencerminkan kejaksaan menerapkan undang-undang seenaknya dan mengabaikan aturan yang berlaku,” tegasnya.
Tim advokasi rakyat juga menyinggung Nota Kesepahaman Nomor 01 Tahun 2023 yang ditandatangani Kementerian Dalam Negeri, Kejaksaan Agung, dan Polri. Dalam pasal 4 ayat (4) huruf C, disebutkan sebelum menangani perkara korupsi, kejaksaan wajib berkoordinasi dengan BPK atau APIP.
“Fakta di lapangan, koordinasi terkait masalah itu tidak pernah dilakukan,” ungkapnya.
Selain itu, Pasal 5 nya mengatur jika biaya penanganan perkara lebih besar daripada kerugian negara, maka kasus tidak boleh dilanjutkan.
“Sampai sekarang belum ada kejelasan berapa kerugian final dalam kasus ini. Jadi bagaimana bisa dipastikan biaya penanganannya lebih kecil?” katanya.
Sementara itu, Kasi Intel Kejari Madiun Achmad Wahyudi, saat dikonfirmasi Inews.id belum bisa memberi tanggapan terkait pernyataan dari tim advokasi rakyat tersebut.
"Kami belum ada tanggapan," ujar Kasi Intel disela kegiatan Inspeksi, Rabu (13/8/2025).
Editor : Arif Wahyu Efendi
Artikel Terkait
