BLITAR, iNewsMadiun.id - Petani di Kabupaten Blitar mengaku kesulitan mencari pupuk impor. Padahal petani juga kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi. "Kami sudah mendapat pupuk bersubsidi tapi jumlahnya kurang. Kami hanya mendapatkan satu paket pupuk terdiri ZA seberat 50 kg, Phonska 50 kg, pupuk organik 35 kg," kata Muharno,70, petani dari Desa Jiwut, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, Minggu (23/1/2022).
Petani di Desa Jagapura, Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon harus menggunakan pupuk nonsubsidi agar padinya tidak gagal panen. (Ilustrasi foto: iNewsTv/Toiskandar)
Menurut dia, pupuk satu paket dari kelompok tani tidak cukup untuk memenuhi pemupukan sawah seluas satu bahu. Satu bahu adalah 500 ubin ( 1 ubin/ru setara 14,0625 meter persegi)."Pupuk dari kelompok tani hanya cukup untuk 100 ubin/ru. Cuma satu kali tebaran tanaman padi," lanjutnya.
Sebagai petani, Muharno sudah berusaha mencari pupuk tambahan ke sejumlah toko pertanian di Kecamatan Nglegok, Kecamatan Garum, dan Kecamatan Kanigoro. "Yang ada hanya pupuk impor tapi harganya mahal. Seperti pupuk granul harganya Rp 360.000 per sak. Padahal sebelumnya, harga pupuk granul per saknya hanya Rp 160.000 per sak," katanya.
Muharno berharap Presiden Joko Widodo turun tangan mengatasi kesulitan pupuk yang dialami hampir seluruh petani di Kabupaten Blitar. Harga pupuk sekarang sangat mahal, sehingga petani begitu panen padi mengalami kerugian. Karena biaya pengolahan tanah, penanaman padi, perawatan, dan panen, ternyata tidak seimbang.
"Keuntungan panen yang didapat sangat sedikit. Cenderung ongkos tenaga tidak dihitung. Kalau harga pupuk murah, dan harganya standar, mungkin petani masih untung. Karena itu, kami minta tolong ke Pak Jokowi agar masalah kelangkaan pupuk ditangani. Jangan hanya peternak telur dibantu. Kami juga membutuhkan uluran tangan dari pemerintah," tandasnya. iNews Madiun
Editor : Arif Handono
Artikel Terkait