Fakta sosiologis tersebut membantah opini dari pihak luar yang menggambarkan seolah-oalah wajah Islam masyarakat Lamongan penuh dengan kebencian, kekerasan, radikal dan intoleran. Opini tersebut terlalu sempit dan ada kesan hanya sebagai playing victim belaka, jika pembacaan dan argumentasi hanya didasarkan pada kasus yang pernah terjadi terkait kasus Amrozi (warga Solokuro Lamongan) yang terlibat pada kasus Bom Bali.
Selain itu, opini negatif tersebut hemat saya sangat tidak adil, sebab telah terjadi simplifikasi dangkal jika memotret wajah keislaman masyarakat Lamongan hanya didasarkan pada potret keislaman seorang Amrozi belaka. Artinya pola keislaman Amrozi dkk yang cenderung keras tidak dapat dijadikan dasar dalam membuat kesimpulan membaca wajah keislaman masyarakat Lamongan secara keseluruhan.
Jadi pembacaan terhadap ekspresi keislaman moderat masyarakat Lamongan yang penuh kesejukan, kedamaian, saling toleransi tidaklah berlebihan. Hal itu terungkap dari hasil riset saya bertema, “Praksis Moderasi Keagamaan Berbasis Kearifan Lokal Antar Umat Beragama (Islam-Hindu-Kristen) masa Pandemi Covid-19 di Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan” pada tahun 2021-2022 yang didanai oleh LPDP-Kemendikbudristekdikti.
Editor : Arif Handono
Artikel Terkait