SYDNEY, iNewsMadiun.id - Blaine Gibson, pria Australia yang membantu mencari pesawat Malaysia Airlines MH370 , mengaku diancam dibunuh ketika melanjutkan misi pencarian pesawat tersebut. Ini menjadi kejanggalan baru dari tragedi penerbangan MH370 karena terobosan Gibson selama ini dipuji keluarga dari 239 korban. Pesawat itu lenyap misterius setelah lepas landas dari Bandara Kuala Lumpur pada 8 Maret 2014.
Pesawat semestinya mendarat di Beijing, China, sesuai yang direncanakan. Ada tujuh warga negara Indonesia (WNI) di antara 239 korban. Para kerabat korban yang putus asa bahkan pernah bergabung dengan penyelidik independen untuk menyisir pantai Madagaskar setelah pihak berwenang Malaysia gagal menemukan jejak pesawat tersebut.
Namun, dalam film dokumenter Channel 5 terbaru baru, Gibson mengatakan bahwa dia dirundung oleh ancaman pembunuhan dan diikuti oleh sosok-sosok bayangan saat dia melanjutkan pencariannya. Berbicara di "MH370: The Vanishing", Gibson mengatakan dia takut seseorang yang berusaha mencegah ditemukannya Malaysia Airlines MH370. "Mungkin akan melakukan tindakan kekerasan terhadap saya ...tapi saya tidak tahu siapa," ujarnya.
"Saya mulai mendapatkan ancaman pembunuhan dari orang-orang yang tidak dikenal. Hal-hal seperti 'Tidak ada pesawat, tidak ada Blaine' dan menyuruh saya menghentikan pencarian saya," paparnya. “Seseorang menelepon teman saya mengatakan saya tidak akan meninggalkan Madagaskar hidup-hidup," imbuhnya.
“Saya sedang diikuti dan saya difoto dan, ya, itu sangat mengganggu. Itu mengintimidasi.” Film dokumenter tiga bagian ini membahas teori di balik hilangnya pesawat MH370 secara misterius, yang tiba-tiba berubah arah dan menghilang dari radar setelah keluar dari kontrol lalu lintas udara Malaysia. Film dokumenter itu juga memuat cerita tragis bagi keluarga awak dan penumpang, termasuk Ghyslain Wattrelos, yang kehilangan istri Laurence (51), dan dua dari tiga anak mereka, Hadrien (17), dan Ambre (13), dalam tragedi.
Ayah asal Prancis, yang tinggal di Beijing pada saat itu, mengungkapkan teks terakhir yang memilukan yang dikirim putrinya sebelum naik ke pesawat setelah liburan di Malaysia bersama ibu dan saudara laki-lakinya. “Teman putri saya menelepon saya dan mengirimi saya SMS terakhir yang dikirim oleh Ambre,” katanya. "Dikatakan, 'Liburan saya sudah berakhir tetapi saya sangat senang karena besok saya akan melihat ayah saya'.
"Grace Nathan, yang sedang belajar di Universitas Bristol, mengingat panggilan terakhir dari Ibunya; Anne Daisy. “Ibu saya menelepon saya dari bandara. Kami berbicara setiap hari. Dan kata-kata terakhirnya kepada saya adalah, 'Aku mencintaimu',” katanya. “Saya sangat senang saya mengatakan bahwa saya juga mencintainya karena di keluarga kami, kami jarang mengucapkan kata-kata itu satu sama lain. Kami berbicara tepat sebelum dia naik ke pesawat, tanpa mengetahui bahwa saya tidak akan pernah melihatnya lagi," paparnya.
Editor : Arif Handono